Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 06 November 2011

Adab Terhadap Al-Qur'an

Bab I
Adab membaca Al-Qur`an dan yang berkaitan dengan Al-Qur`an

Allah ta’ala berfirman :
  “Sesungguhnya  Kami  telah  menurunkan  adz-Dzikr  dan  sesungguhnya  Kami
yang akan menjaganya “ ( Al-Hijr : 9 )
  “Apakah  mereka  tidak  memikirkan  Al-Qur`an.  Sekiranya  Al-Qur`an  datangnya
dari selainAllah, niscaya mereka akanmendapatkan perselisihan yang sangat banyak “ (
An-Nisaa` : 82 )
  “Mengapakah  mereka  tidak  memikirkan  Al-Qur`an  ataukah  hati-hati  mereka
telah terkunci rapat “ ( Muhammad  : 24 )
  “Ataukah  tambahkanlah  dari  waktu  itu  –  pengerjaan  shalat  malam  –  dan
lantunkanlah Al-Qur`an dengan bacaan yang tartil “ ( Al-Muzammil : 4 )

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “… Dan tidaklah sebuah kaum
berkumpul  disalah  satu  rumah  dari  rumah-rumah  Allah,  mereka  membaca
Kitabullah,  dan  mempelajari  Sunnah  Nabi  mereka,  kecuali  akan  diturunkan
kepada  mereka  ketenangan,  dan  mereka  akan  diliputi  dengan  rahmat  Allah,
para  malaikat  akan  mengelilingi  mereka,  dan  Allah  akan  menyebut-menyebut
mereka kepada malaikat yang berada disisi-Nya “1
Dan  beliau  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  bersabda:  “Dan  sebaik-baik  diantara
kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya “2
Dan  beliau  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  bersabda:  “Seorang  yang  fasih  dalam
membaca  Al-Qur`an  akan  bersama  dengan  para  malaikat  yang  mulia  dan
berbakti  dan  yang  membaca  Al-Qur`an  dengan  terbata-bata,  dan  dia  kesulitan
dalam membacanya, maka baginya dua pahala “3
                                                
1  Diriwayatkan oleh Muslim ( 2699 )
2  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5027 )
3  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 4937 ) dan Muslim ( 798 ) dan lafazh diatas lafazh pada riwayat Muslim.

Adab-adab membaca Al-Qur`an

1.  Memperhatikan  niat  ikhlas  disaat  mempelajari  Al-Qur`an  dan  ketika
membacanya.
Dikarenakan  membaca  Al-Qur`an  adalah  ibadah  yang  dengan  ibadah
tersebut  bertujuan  untuk  bertemu  dengan  wajah  Allah.  .  Setiap  amal  ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah tanpa disertai dua syarat diterimanya
amal – yaitu ikhlas dan sesuai tuntunan syariat – maka amalan tersebut akan
tertolak.
An-Nawawi  mengatakan:  Yang  pertama  kali  diperintahkan  bagi  seorang
Qari’  Al-Qur`an  adalah  keikhlasan  dalam  membaca  Al-Qur`an,  dan  hanya
menghendaki  perjumpaan  dengan  wajah  Allah  subhanahu  wata’ala  dari
bacaan  Al-Qur`an  tersebut,  dan  tidak  menghendaki  pencapaian  sesuatu
selain  itu”4.  Yang  dikatakan  oleh  An-Nawawi  ini  adalah  suatu  yang  benar,
karena diantara para Qari’ ada yang membaca Al-Qur`an dengan tujuan agar
perhatian  kaum  manusia  tertuju  kepadanya,  dan  agar  mereka  mendatangi
majlis-nya,  menyanjungnya  dan  menghormatinya  –  Kami  memohon  kepada
Allah  keselamatan  dan  ‘afiah  -.  Dan  cukuplah  sebagai  peringatan  bagi  Qari’
tersebut,  agar  dia  mengetahui  siksa  bagi  seseorang  yang  mempelajari  Al-Qur`an agar dikatakan sebagai seorang Qari’ Al-Qur`an. Imam Muslim telah
meriwayatkan  sebuah  hadits  didalam  kitab  Shahih  beliau,  dari  hadits  Abu
Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Saya telah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa  sallam   bersabda : “ Sesungguhnya orang yang paling
pertama kali dijatuhkan putusannya pada hari kiamat, adalah seseorang yang
mati  syahid.  Lalu  diapun  didatangkan  dan  dikabarkan  nikmat-nikmat
baginya  lalu  diapun  mengetahuinya.  Allah  berfirman  kepadanya:  “Apakah
                                                
4  Al-Adzkaar hal. 160 Daar Al-Huda, cet. Ketiga 1410 H
yang  telah  engkau  kerjakan  bagi  segala  nikmat  tersebut?  “.  Dia  menjawab:
Saya berperang karena Engkau hingga saya mendapatkan mati syahid. 
Allah  berfirman:  ”Engkau  telah  berdusta,  akan  tetapi  engkau  berpernag
agar  engkau  dikatakan  sebagai  seorang  yang  gagah  berani,  dan  itu  telah
dikatakan  bagimu”.  Kemudian  diapun  dilerintahkan  untuk  diseret
kehadapan  wajahnya  lalu  dia  dicampakkan  kedalam  api  neraka.  Dan
seseorang  yang  mempelajari  ilmu  lalu  mengajarkannya  dan  membaca  Al-Qur`an.  Kemudian  dia  dihadapkan,  dan  dikabarkan  nikmat-nikmat  baginya
lalu  diapun  mengetahuinya.  Allah  berfirman:  “Apakah  yang  telah  engkau
kerjakan  bagi  segala  nikmat  tersebut?  “  Dia  berkata:  Saya  mempelajari  ilmu
dan  mengajarannya  dan  membaca  Al-Qur`an  karena  Engkau.  Allah
berfirman:  “Engkau  telah  berdusta,  akan  tetapi  engkau  mempelajari  ilmu
agar engkau dikatakan sebagai seorang yang alim, dan engkau membaca Al-Qur`an agar engkau dikatakan sebagai seorang Qari’, dan itu telah dikatakan
bagimu. Kemudian diapun diperintahkan untuk diseret kehadapan wajahnya
lalu dia dicampakkan kedalam api neraka. “ al-hadist5

2.  Mengamalkan kandungan Al-Qur`an
Yaitu  menghalalkan  segala  yang  dihalalkan  didalam  Al-Qur`an,
mengharamkan  segala  yang  diharamkannya,  berhenti  pada  setiap  yang
dilarangnya, mengerjakan setiap perintahnya dan mengamalkan setiap ayat-ayatnya  yang  muhkam  dan  beriman  dengan  ayat-ayat  yang  mutasyabih.
Menegakkan  setiap  hukum-hukumnya  dan  huruf-hurufnya.  Telah  ada
larangan yang sangat keras bagi seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur`an  lantas  dia  tidak  mengamalkannya  Didalam  Shahih  Al-Bukhari  dari
penggalan  hadits  mimpin  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  -  darisebuah
hadits  yang  panjang  -  ,  disebutkan:  “Keduanya  mengatakan:  Pergilah.  Maka
kamipun  beranjak  pergi  hingga  kami  menjumpai  seseorang  yang  berbaring
                                                 
5  Hadits no. 1905
terlentang  diatas  tengkuknya,  dan  seseorang  yang  berdiri  diatas  kepalanya
dengan sebuah pemukul atau sebuah batu besar lalu orang itu memecahkan
kepala orang yang berbaring tersebut. Dan sewaktu dia memukulkan batu itu
kekepalanya,  batu  tersebut  terguling,  kemudian  dia  pergi  mengambil  batu
tersebut,  dan  tidaklah  dia  kembali  kepada  orang  ini  hingga  kepalanya  telah
sembuh  dan  kembali  seperti  sedia  kala,  lalu  diapun  kembali  memukulkan
batu  tersebut  kekepalanya.  Saya  berkata  :  Siapakah  ini  ?  .  Keduanya
mengatakan  :  “  Pergilah  “  (  Kemudian  hal  itu  ditefsirkan  kepada  beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau berkata ) : Dan orang yang engkau lihat
kepalanya dipukulkan dengan batu besar, adalah seseorang yang Allah telah
ajarkan  kepadanya  Al-Qur`an,  namun  dimalam  hari  dia  tidur  tidak
membacanya  dan  tidak  mengamalkan  Al-Qur`an  disiang  ahrinya,  akan
diperbuat hal demikian pada dirinya pada hari kiamat “6

3.  Anjuran  untuk  selalu  mengingat  Al-Qur`an  dan  memperbarui  bacaan
Al-Qur`an.
Mengingat-ingat  Al-Qur`an  maksudnya  adalah  dengan  membiasakan  diri
membaca  Al-Qur`an  dan  selalu  berupaya  mengingatnya.  Adapun
memperbaruinya  adalah  dengan  memperbaharui  untuk  konsisten
mempelajarinya dan membacanya7. 
Seseorang yang telah memfokuskan dirinya ntuk menghafal Kitab Allah, dan
yang  telah  menghafalkannya,  apabila  dia  tidak  menjaganya  dengan
mempelajari  dan  mengingat-ingatnya  kembali,  maka  hafalannya  dia  akan
mudah terlupakan. Al-Qur`an sangatlah mudah lepas dari dalam dada, oleh
karena  itu  mesti  memperbanyak  perhatian  dan  lebih  sering  mempelajarinya
dan membacanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan
sebuah  pemisalan  bagi  kita  akan  hal  seorang  penyandang  Al-Qur`an  yang
                                                
6  No. ( 1386 )
7  Lihat didalam Fathul Baari ( 8 / 697 – 699 ) , cet. Daar Ar-Rayyan lit-Turats
memperhatikan Al-Qur`an dan  seseorang yang melalaikannya. Ibnu Umar  –
radhiallahu  ‘anhuma  telah  meriwayatkan  bahwa  Rasulullah  Shallallahu
‘alaihi wa sallam  bersabda : “ Sesungguhnya pemisalan seorang penyandang
Al-Qur`an  bagaikan  pemilik  onta  yang  lagi  terikat.  Apabila  dia
memperhatikannya  baik-abik  tentu  dia  akan  memegangnya  dengan  erat
namun apabila dia melepaskannya maka onta tersebut akan lari darinya “8
Dan  dari  hadits  Abu  Musa  –radhiallahu  ‘anhu,  beliau  berkata  :  Bahwa  Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    bersabda  :  “  Jagalah  Al-Qur`an,  Demi  Dzat
yang  mana  jiwaku  berada  didalam  genggaman-Nya,  sesungguhnya  Al-Qur`an  sangat  mudah  lepas  daripada    seekor  onta  yang  ebrada  dalam
ikatannya “9
Al-Hafidz  Ibnu  Hajar  mengatakan  –  dalam  menerangkan  perumpamaan
yang  disampaikan  oleh  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    -  :  “  Beliau
menyerupakan  sirnanya  Al-Qur`an  dengan  berangsur-angsur  dan
kontinyuitas dalam membaca Al-Qur`an  seumpama ikatan pada seekor unta
yangdikhawatirkan  lepas  pergi.  Kapan  penjagaan  Al-Qur`an  ini  ada,  maka
hafalan Al-Qur`an pun jug tetap ada, sebagaimana halnya seekor unta, kapan
unta  tersebut  diikat  erat  dengan  tali  maka  unta  tersebut  akan  tetap  terjaga.
Dan  pengkhususan  penyebutan  unta  pada  hadits  diatas,  dikarenakan  unta
adalah  hewan  peliharaan  manusia  yang  paling  mudah  lepas,  dan  sangatlah
sulit untuk menemukan hewan tersebut apabila hewan ini telah lepas10. 

4.  Janganlah  anda  mengatakan  :  Saya  telah  lupa  –  ayat  atau  surah  Al-Qur`an  –  akan  tetapi  katakanlah  :  Saya  telah  terlupakan,  terjatuh
hafalanku atau dilupakan.
Dalil  akan  hal  itu,  ada  pada  sebuah  hadits  yang  diriwayatkan  oleh  Ummul
Mukminin  Aisyah  –radhiallahu  ‘anha  -,  beliau  berkata  :  Rasulullah
                                                 
8  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5031 dan Muslim ( 789 )
9  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5033 )
10  Fathul Baari 8 / 697, 698 )
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    telah  mendengar  seseorang  yang  membaca
sebuah surah didalam Al-Qur`an pada waktu malam, lalu beliau bersabda : “
Semoga Allah merahmatinya, sungguh dia telah mengingatkan aku akan ayat
ini dan ayat ini, yang sebelumnya saya telah terlupakan  bahwa ayat tersebut
berada  pada  surah  ini  dan  surah  ini  “.  Pada  riwayat  Muslim  lainnya  :  “…
Sungguh  dia  telah  mengingatkan  aku  sebuah  ayat  yang  saya  telah  jatuhkan
penyebutannya dari surah ini dan surah ini “11
Dan  pada  hadits  Abdullah  bin  Mas’ud,  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa
sallam    bersabda:  “  alangkah  buruknya  seseorang  diantara  mereka  yang
mengatakan  :  Saya  telah  lupa  ayat  ini  dan  ayat  ini,  tetapi  sesungguhnya  dia
telah terlupakan “12.
  An-Nawawi mengatakan: “Pada hadits tersebut, menunjukkan tercelanya
perkataan  :  lupa  akan  ayat  ini,  dan  celaan  ini  sifatnya  suatu  yang  makruh,
dan perkataan : saya terlupakan bukan suatu yang tercela. Adapun larangan
mengatakan : saya lupa ayat ini , dikarenakan mengandung sikap memudah-mudahkan dan melailaikan ayat-ayat tersebut. Allah ta’ala berfirman:
“Dan ayat-ayat Kami telah datang kepada-mu lalu kamu melupakannya “
Al-Qadhli ‘Iyadh mengatakan: “Penafsiran yang paling tepat terhadap hadits
tersebut  bahwa  maknanya  adalah  celaan  yang  ditujukan  pada  keadaan
sipengucap,  bukan  pada  ucapannya,  yakni  saya  lupa  keadaan  tersebut,
keadaan  dalam  mengahafal  Al-Qur`an  lalu  diapun  lalai  hingga
melupakannya “13
Masalah  :  Apakah  hukum  seseorang  yang  menghafal  satu  bagian  dari  Al-Qur`an lantas dia melupakannya ?
Jawab  :  Al-Lajnah  Ad-Daimah  mengatakan  :  …  Tidaklah  pantas  bagi
seseorang  yang  menghafal  Al-Qur`an  lalu  dia  lalai  membacanya  dan  tidak
pantas paula dia melalaikan penjagaan Al-Qur`an. Melainkan sepatutnya dia
                                                
11  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5038 ) dan Muslim ( 788 )
12  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5039 ) danMuslim ( 790 )
13  Syarh Muslim ( jilid ketiga - 6 / 63 ), cet. Daar Al-Fikr 
menyediakan  suatu  waktu  bagi  dirinya  untuk  membaca  bacaan  tertentu
setiap  harinya  yang  akan  membantu  dia  menguatkan  hafalannya  dan
menghalanginya  dari  kelupaan  dengan  mengharapkan  phala  serta  faedah
dari  hukum-hukum  yang  terdapat  didalam  Al-Qur`an  baik  dalam
permasalahan  aqidah  atau  muamalah.  Akan  tetapi  siapa  saja  yang  telah
menghafal salah satu bagian dari Al-Qur`an lantas dia melupakannya akibat
kesibukan  atau  kelalaiannya,  dia  tidaklah  berdosa.  Adapun  hadits-hadits
yang menyebutkan tentang ancaman bagi yang lupa akan hafalan Al-Qur`an
yang telah dihafalnya tidaklah shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
. Wabillahu taufiq14.

5.  Wajib menghayati kandungan Al-Qur`an
Sekian  banyak  nash-nash  syara’  yang  mengharuskan  penghayatan
kandungan  ayat-ayat  Al-Qur`an  Al-‘Aziz.  Beberapa  diantaranya  telah
dikemukakan sebelumnya. Dan juga pada firman Allah ta’ala :
 “  Apakah  mereka  tidak  memikirkan  Al-Qur`an.  Sekiranya  Al-Qur`an  datangnya
dari selainAllah, niscaya mereka akanmendapatkan perselisihan yang sangat banyak
“ (An-Nisaa` : 82 )
Ibnu  Sa’diy  mengatakan  :  “  Allah  ta’ala  memerintahkan  untuk
menghayati  Kitab-Nya  yaitu  dengan  menelaah  makna-makna  yang
terkandung  didalamnya,  memikirkannya  lebih  mendalam,  tentang  hal-hal
yang  prinsipil  serta  perkara-perkara  yang  mengikutinya  dan  hal-hal  yang
berkaitan  erat  dengan  hal  itu.  Dikarenakan  penghayatan  akan  Kitabullah
merupakan  kunci  pembuka  bagi  setiap  ilmu  dan  pengetahuan,  dan  akan
menghasilkan setiap kebaikan dan setiap ilmu akan dapat disadur dari Kitab-Nya. Dan dengan penghayatan ini akan menambah keamanan didalam hati,
dan  akan  mengokohkan  pohon  keamanan  tersebut.  Dan  dengan  itu,  akan
                                                
14  Fatawa Al-Lajnah Ad-Daa`imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyah waal-Ifta’ ( 4/ 64 ), cet. Ar-Riasah Al-‘Ammah li-Idaraat Al-Buhuts Al-‘Ilmiyah wa Al-Ifta’ wa Ad-Da’wah wa Al-Irsyad.
diketahui  Siapakah  Ar-Rabb  Al-Ma’buud  –  yang  disembah  dengan  haq  -  ,
beserta  sifat-sifat-Nya  yang  sempurna  dan  sifat-sifat  yang  kurang  mesti
dijauhkan  dari-Nya.  Dan  dengan  itu  juga,  akan  dikenali  jalan  yang  akan
mengantarkan  kepada-Nya,  sifat  kaum  yang  meniti  jalan  tersebut,  dan
balasan  pahala  bagi  mereka  setelah  tiba  dihadapan-Nya.  Dan  juga  akan
dikenali  musuh  Al-Qur`an,  musuh  Al-Qur`an  yang  sebenarnya,  dan  jalan
yang  akan  mengantarkan  kepada  siksa,  dan  sifat  kaum  yang  berada  diatas
jalan tersebut, serta apa saja yang ditimpakan bagi mereka disaat sebab-sebab
datangnya  adzab  ada  pada  mereka.  Dan  setiap  kali  seorang  hamba  semakin
menelaah  kandungan  Al-Qur`an,  maka  akan  bertambah  ilmu,  amal  dan
keyakinannya.  Oleh  karena  itulah  Allah  ta’ala  memeritahkan  hal  itu,
menganjurkanya  dan  Allah  ta’ala  telah  mengabarkan,  bahwa  inilah  maksud
dengan diturunkannya Al-Qur`an, sebagaimana firman Allah ta’ala :
 “ Inilah Kitab yang Kami telah turunkan kepada engkau , kitab yang penuh berkah,
agar  suapay  mereka  memperhatikan  ayat-ayat-Nya  dan  agar  supaya  orang-orang
yang berpikir merenunginya “15 ( Shad : 29 )
  Ulama As-Salaf dari generasi sahabat –radhiallahu ‘anhum – dan generasi
setelahnya telah mempraktikkan hal itu dalam amal perbuatan mereka. Imam
Ahmad  telah  meriwayatkan  dari  Abu  Abdirrahman,  beliau  berkata  :  Telah
menceritakan kepada kami salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam    yang  membacakan  Al-Qur`an  kepada  kami  ,  bahwa  mereka  –  para
sahabat – mengambil bacaan Al-Qur`an dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam  sebanyak sepuluh ayat, dan mereka tidaklah mengambil sepuluh ayat
berikutnya  sebelum  mereka  mengetahui  kandungan  ilmu  dari  ayat-ayat  ini
kemudian mengamalkannya. Mereka berkata : Maka kami mempelajari ilmu
Al-Qur`an dan mengamalkannya16. 
                                                
15  Taisir Al-Karim Ar-Rahman fii Tafsir Kalam Al-Mannan ( 2 / 112 ) cet. Ar-Riasah Al-‘Ammah li-Idaraat Al-Buhuts Al-‘Ilmiyah wa Al-Ifta’.
16  Al-Musnad ( 22971 )
Dan  pengecualian  dari  itu  juga,  dengan  hadits  yang  diriwyatkan oleh  Malik
didalam  Al-Muwaththa’  beliau  dari  jalan  Yahya  bin  Sa’id,  bahwa  beliau
berkata  :  Saya  dan  Muhammad  bin  Yahya  bin  Hibban  pernah  duduk  ,  lalu
Muhammad memanggil seseorang, dan mengatakan : Kabarkanlah kepadaku
apa  yang  telah  engkau  dengan  dari  bapakmu.  Orang  itu  berkata  :  Bapaku
telah  mengabarkan  kepadaku  bahwa  dia  telah  mendatangi  Zaid  bin  Tsabit,
lalu  berkata  kepadanya  :  Bagaiman  pendapatmu  mengenai  seseorang  yang
membaca Al-Qur`an dalam tujuh hari. Zaid berkata : Suatu yang baik, namun
saya membacanya dalam setengah buan atau dalam waktu sepuluh hai lebih
saya  sukai  daripadanya,  dan  tanyakan  kepadaku  mengapa  demikian  ?  .  Dia
berkata : Saya bertanya kepada engkau ? Zaid mengatakan : Agar saya dapat
menghayatinya dan memahaminya17.

6.  Bolehnya  membaca  Al-Qur`an  sambil  berdiri,  berjalan,  berbaring  dan
diatas kendaraan.
Dalil akan hal itu adalah firman Allah ta’ala :
 “ Mereka yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan berdiri dan duduk, Dan dalam
keadaan berbaring “ (Ali Imran : 191 )
Dan firman Allah ta’ala :
 “  Supaya  kamu  duduk  diata  punggungmu  kemudian  kalian  ingat  nikmat  Rabb
kalian,  apabila  kalian  telah  duduk  diatasnya.  Dan  suapaya  kalian  mengucapkan
:Maha  suci  Dia  yang  telah  menundukkan  semua  ini  bagi  kami,  padahal  kami
sebelumnya tidak mampu menguasainya “ (Az-Zukhruf : 13 – 14 )
Dan  As-Sunnah  juga  telah  menerangkan  hal  ini  seluruhnya.  Dari  hadits
Abdullah  bin  Mughaffal  –radhiallahu  ‘anhu,  beliau  berkata  :  Saya  telah
melihat  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    paha  hari  penaklukan
                                                 
17  Al-Muwaththa’ Malik ( 320 ) ( 1 / 136 ) cet. Daar Al-Kitab Al-‘Arabi
Makkah,  dimana  beliau  sedang  membaca  surah  al-Fath  diatas  tunggangan
beliau “18 
Dan  dari  hadits  Aisyah  Ummul  mukminin  –radhiallahu  ‘anha  –  beliau
berkata : Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  pernah bersandar
di  kamarku  dan  saya dalam  keadaan  haidh,  lalu  beliau  membaca  Al-Qur`an
“19
Adapun  bagi  seorang  yang  sedang  berjalan,  dapat  dianalogikan  kepada
seseorang  yang  sedang  berada  diatas  kendaraan  dan  keduanya  tidak  ada
perbedaan.
Faedah  :  Pada  hadits  Aisyah  radhiallahu  ‘anha,  menunjukkan  bolehnya
membaca  Al-Qur`an  di  kamar  seorang  wanita  yangtengah  haidh  atau  nifas.
Dan  yang  dimaksud  dengan  bersandar  disini  adalah  meletakkan  kepala
dikamar.  Ibnu  Hajar  mengatakan  :  Pada  hadits  ini  menunjukkan  bolehnya
membaca Al-Qur`an didekat tempat yang najis, sebagaimana dikatakan oleh
an-Nawawi20.

7.  Tidak menyentuh Al-Qur`an kecuali dalam keadaan suci
Dalil akan hal tersebut adalah firman Allah ta’ala :
 “ Tidaklah ada yang menyentuhnya selain kaum yang suci “ ( Al-Waqi’ah : 79 )
Dan  larangan  menyentuh  Al-Qur`an  kecuali  bagi  seseorang  yang  telah
bersuci    dengan  tegas  disebutkan  pada  sebuah  kitab  yang  ditulis  oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  kepada Amru bin Hazm, dan paa kitab
tersebut  tercantum  :  “  Dan  janganlah  seseorang  menyentuh  Al-Qur`an
kecuali dia dalam keadaan bersih/suci “21
                                                
18  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 5034 ) dan Muslim ( 794 )
19  Diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 297 ) dan Muslim ( 301 )
20  Fathul Baari ( 1 / 479 )
21  Diriwayatkan oleh Malik didalam Al-Muwaththa’ eliau ( 468 ). Kitab ini adalah kitab yang dituliskan oleh
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  kepada Amru bin Hazm bagi penduduk Yaman tentang sunnah-sunnah,
permasalahan warisan, dan pembayaran diyat. Ibnu Abdil Barr berkatan tentang kitab ini : Kitab ini adalah
kitab yang populer dikalangan ulama dan ketenaran kitab ini telah mencukupkan dari sanad periwayatannya
Masalah : Apakah boleh membawa mushaf Al-Qur`an jika menggunakan
pembungkus (kantung)22 atau diantara kain bagi seorang yang berhadats?
Jawab  :  Iya,  diperbolehkan  membawa  Al-Qur`an  dengan  menggunakan
pembungkus/kantung,  karena  yang  seperti  itu  tidak  termasuk  menyentuh.23
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “Dan barang siapa yang membawa
mushaf , maka sebaiknya dia membawanya diantara kainnya, yang terletak pada
pelananya  maupun  barang  bawaannya.  Dan  tidak  dibedakan  apakah  kain
tersebut teruntuk bagi kaum laki-laki , wanita ataukah anak kecil dan walau kain
tersebut berada diatasnya atau dibawahnya, wallahu a’lam.”24
Faedah  :  Bolehnya  membawa  mushaf  dengan  meletakkannya  pada  saku,  dan
tidak diperbolehkan bagi seseorang untuk masuk wc dengan membawa mushaf.
Akan  tetapi  dia  harus  meletakkan  mushaf  pada  tempat  yang  sesuai  dengannya
dalam rangka mengagungkan kitabullah dan menghormatinya. Akan tetapi jika
terpaksa  masuk  ke  wc  dan  takut  mushhaf  tersebut  akan  dicuri  jika  ditinggal  di
luar,  boleh  baginya  masuk  wc  dengan  membawa  mushaf    dengan  alasan
darurat.25

8. Boleh membaca Al-Qur`an dari hafalannya bagi orang yang berhadats kecil.
Adapun  orang-orang  yang  junub,  maka  tidak  diperkenankan  baginya
membaca  Al-Qur`an  dalam  keadaan  bagaimanapun.  Hal  ini  sesuai  dengan
hadits  yang  diriwayatkan  oleh  Ali  radhiallahu  ‘anhu  yang  mengatakan  :  “
                                                                                                                                                 
( At-Tamhid 17 / 396 ) cet. Daar Ath-Thayyibah. Al-Albani telah menshahihkan hadits ini didalam Al-Irwa’ (
122  ),  dan  beliau  menyebutkan  bahwa  Imam  Ahmad  telah  menjadikannya  sebagai  hujjah  dan  Ishaq  bin
Rahawaih juga menshahihkannya ( 1 / 158 ) cet. Al-Maktab Al-Islami.
22 ‘Ilaqah, dengan dikasrah, seperti ungkapan ‘ilaqah as-saif – pedang- dan as-sauth – cambuk -. Yang
dimaksud dengan ‘ilaqah as-sauth adalah sesuatu yang dipergunakan untuk menaruh cambuk didalam
perjalanan. Demikian pula dengan ‘ilaqah al-qadh – bejana – , mushhaf dan al-qauus – cerek – dan lain
sebagainya. A’laqa as-sauth, al-mushhaf, as-saif wa al-qadh maknanya adalah membuat gantungan bagi
barang-barang tersebut. 
23 Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no.557 (4/76)
24 Fatwa An-Nisa` halaman 21 terbitan Daar Al-Qalam.
25 Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah no.2245 (4/40)
Dahulu Rasulullah biasa membacakan kepada kami ayat-ayat Al-Qur`an selama
beliau tidak dalam keadaan junub.”26
Jika  hadatsnya  hanya  sekedar  hadats  kecil,  maka  boleh  membaca  Al-Qur`an  melalui  hafalannya,  hal  ini  sesuai  dengan  hadits  dari  Ibnu  Abbas
radhiallahu ‘anhuma  ketika beliau menginap dibibi beliau Maimunah istri Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  beliau  berkta,  “Hingga  ketika  sampai  pada
pertengahan  malam  kurang  atau  lebih,  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam
terjaga lalu beliau duduk dan mengusap wajahnya dengan kedua tangan beliau,
kemudian  beliau  membaca  sepuluh  ayat  terakhir  dari  surat  Ali  Imran,  lantas
beliau  bangun  dan  menuju  ketempat  air  yang  tergantung  lalu  berwudhu`
darinya dan membaguskan wudhu`nya”.27  
Bacaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , setelah beliau terbangun
dari  tidur  dan  belum  berwudhu`  adalah  dalil  diperbolehkannya  membaca  Al-Qur`an  bagi  orang  yang  berhadats  kecil  seperti  kencing,  buang  air  besar,  atau
tidur.  Sedangkan  yang  lebih  utama  dan  sempurna  adalah  membaca  Al-Qur`an
dalam keadaan suci dari hadats.
Tidak ada celaan maupun pengingkaan bagi seseorang yang membaca Al-Qur`an  dalam  keadaan  seperti  ini.  Bahkan  celaan  tertuju  bagi  orang  yang
mengingkari  masalah  ini  dan  kepada  orang-orang  yang  menolak  sunnah  yang
shahih  yang  menerangkan  perkara  ini.  Diriwayatkan  didalam  Al-Muwaththa`
karya Imam Malik bahwa Umar bin Khaththab sedang berada pada suatu kaum
dan  mereka  sedang  membaca  Al-Qur`an.  Kemudian  beliau  buang  hajat  dan
kembali  lalu  membaca  Al-Qur`an.  Maka  berkatalah  salah  seorang  diantara
mereka  :  “  Wahai  Amirul  Mu`minin,  apakah  engkau  membaca  Al-Qur`an
                                                
26 HR. Ahmad (627), dan pentahqiqnya mengatakan :”Sanadnya hasan”, dan meyebutkan perkataan Al-Hafidz :”Yang benar, dia itu pada tingkatan hasan yang dapat dipakai sebagai hujjah.” Lihat Al-Musnad
Imam Ahmad cetakan Muasasah Ar-Risalah halaman 61, 62. HR. At-Tirmidzi (131) dan beliau mengatakan
:”Hadits hasan shahih.”
27 HR. Al-Bukhari (183) dan Muslim (673) 
sedangkan engkau tidak berwudhu`?”, maka Umar mengatakan :”Siapakah yang
memberimu fatwa seperti itu? Apakah Musailamah?”28
Masalah  :  Apakah  boleh  bagi  orang  yang  berhadats  kecil  membaca  Al-Qur`an
dari mushaf?
Jawab  :  Al-Lajnah  Ad-Daimah  dalam  salah  satu  jawabannya  mengatakan
:”Tidak  diperbolehkan  bagi  orang  yang  sedang  junub  membaca  Al-Qur`an
sampai dia mandi. Baik membaca dengan mushaf maupun dari hafalannya. Juga
tidak  boleh  baginya  membaca  Al-Qur`an  memakai  mushaf  kecuali  setelah  suci
secara sempurna dari hadats besar maupun kecil.29
Masalah  :  Manakah  yang  lebih  utama,  membaca  Al-Qur`an  dari  hafalan  atau
dengan mushaf?
Jawab  :  Terdapat  perbedaan  pendapat  diantara  ulama  tentang  hal  ini.  Sebagian
mereka  mengutamakan  membaca  Al-Qur`an  dari  hafalan  dari  pada  membaca
melalui  mushaf.  Ulama  lainnya  menolak  pendapat  ini,  mereka  mengatakan
:”Sesungguhnya  membaca  melalui  mushaf  lebih  utama,  karena  dengan  begitu
berarti  mencermati  Al-Qur`an.  Akan  tetapi  pendapat  ini  didukung  oleh  atsar-atsar yang tidak shahih. Ulama lainnya lagi merinci permasalahan ini. 
Ibnu  Katsir  mengatakan  :  ”Sebagian  ulama  mengatakan,  inti  perkara  ini
adalah  masalah  kekhusyu’an.  Jika  membaca  Al-Qur`an  melalui  hafalan  lebih
khusyu’,  maka  ini  yang  utama.  Sedangkan  jika  membaca  dengan  mushaf  lebih
khusyu’,  maka  inilah  yang  utama.  Jika  membaca  dengan  hafalan  sama
khusyu’nya  dengan  membaca  menggunakan  mushaf,  maka  membaca  melalui
mushaf  lebih  utama.  Karena  akan  lebih  cermat  dan  mendapatkan  kelebihan
dengan melihat mushaf. 
                                                
28 Al-Muwaththa` (469).
29 Fatawa Al-Lajnah Ad-Daa`imah (5/328), fatwa no. 8859.
Abu  Zakariya  An-Nawawi  rahimahullah  dalam  kitab  At-Tibyan
mengatakan  :  ”Zhahir  perkataan  dan  amalan  ulama  Salaf  dapat  dipahami
dengan perincian ini.30 
Ibnul  Jauzi  mengatakan  :  ”Sudah  sepantasnya  bagi  orang-orang  yang  memiliki
mushaf  untuk  membaca  setiap  hari  ayat-ayat  yang  mudah  agar  tidak
menjadikan Al-Qur`an terabaikan.31
9. Bolehnya Membaca Al-Qur`an bagi perempuan yang sedang haidh maupun
nifas.
Hal  ini  dikarenakan  tidak  dijumpai  dalil  yang  menunjukkan  secara
langsung  tentang  pelarangannya,  akan  tetapi  harus  membaca  dengan  tanpa
menyentuh  mushaf.  Al-Lajnah  Ad-Daimah  menyatakan  :”Adapun  bagi
perempuan  haidh  maupun  nifas,  tidak  mengapa  membaca  Al-Qur`an  dengan
tanpa  menyentuh  mushaf.  Ini  menurut  pendapat  yang  paling  shahih  dari  para
ulama, dikarenakan tidak tsabitnya dalil dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang melarang perempuan haid maupun nifas untuk membaca Al-Qur`an.”32

10.  Disunnahkan  membersihkan  mulut  sebelum  membaca  Al-Qur`an  dengan
siwak.
Yaitu  dalam  rangka  beradab  dengan  Kalamullah.  Maka  sesungguhnya
seorang  qari’  ketika  menghendaki  untuk  membaca  Kalamulah,  sangat  baik
baginya  jika  membarsihkan  dan  membuat  harum  mulutnya  dengan  siwak  atau
dengan apa saja yang bisa dipakai untuk membersihkan mulut.
Tidak  ada  keraguan  bahwa  hal  ini  merupakan  perilaku  penuh  adab
terhadap  kalamullah.  Rasulullah  mencontohkan  hal  ini  sebagaimana  dalam
hadits Hudzaifah yang menyatakan :”Apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
                                                
30 Fadhail Al-Qur`an  hal. 212. Pentahqiq : Abu Ishaq Al-Huwaini, cetakan Maktabah ibnu Taimiyah.
31 Al-Adab Asy-Syar’iyah Ibnu Muflih (2/285) cetakan Muasasah Ar-Risalah.
32 FatawaAl- Lajnah Ad-Daa`imah no. 3713 (74/4)
bangun  untuk  shalat  tahajjud  pada  malam  hari,  beliau  membersihkan  mulut
beliau dengan siwak.”33 34 

11.  Merupakan  sunnah,  membaca  isti’adzah  dan  basmalah  ketika  memulai
membaca Al-Qur`an.
Termasuk  sunnah,  membaca  isti’adzah  (ta’awwudz)  sebelum  membaca
Al-Qur`an sebagaimana firman Allah :
”  Apabila  kamu  membaca  Al  Quran  hendaklah  kamu  meminta  perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (An-Nahl : 98). 
Juga  dari  hadits  yang  diriwayatkan  Abu  Said  al  Khudri    yang
mengatakan:  ”  Apabila  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  berdiri  untuk
shalat malam, beliau bertakbir kemudian membaca : 
(Maha  Suci  Engkau,  ya  Allah,  segala  puji  bagimu,  maha  suci  namaMu,  maha
tinggi  keagunganMu,  dan  tiada  ilah  selainMu).  Kemudian  membaca  :  (Tiada  ilah
yang  berhak  diibadahi  dengan  benar  kecuali  Engkau)  sebanyak  tiga  kali,  kemudian
membaca  :  (Allah  Maha  Besar)  tiga  kali,  kemudian  membaca:  (Aku  berlindung
kepada  Allah  yang  maha  mendengar  lagi  maha  mengetahui  dari  syetan  yang  terkutuk,
dari godaannya, dari kesombongannya, dan pengaruhnya)35 kemudian baru membaca
surah (Al-Qur`an)36. 
                                                
33 HR. Al-Bukhari (1136), Muslim (255), Ahmad (22802), An-Nasa’I (2), Abu Dawud (55), Ibnu Majah (286),
dan Ad-Darimiy (685).
34 Lihat Al-Adzkar Imam An-Nawawi hal. 160.
35  Hamzihi  :  hamaza  asy-syaithan  al-insaana  hamazan,  maknanya:  meniupkan  didalam  hatinya  perasaan
was-was. Hamzaah asy-syaithan : Adalah segala was-was yang terbersit didalam hati seorang manusia. (
Lihat Lisan Al-‘Arab 5 / 426 ), bahasan: [1]ه.
Nafkhihi: an-nafkhu maknanya adalah keangkuhan. Pada sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Saya
berlindung  dari  hamzihi,  wa  nafkhihi  wa  naftsihi  ,  …  dikarenakan seorang  yang  angkuh merasa  tinggi  hati
dan  menyatukan  hawa  nafsu dan  kehendaknya yang  dia  sombongkan.  (  Lisan  Al-‘Arab 3  /  64  ),  bahasan:

 
Naftsihi:  Sedangkan  an-naftsu,  penafsiran  kalimat  ini  didalam  hadits  diatas  adalah  sya’ir.  Abu  ‘Ubaid
mengatakan:  Dan  an-naftsu  ditafsirkan  sebagai  sya’ir  dikarenakan  seumpama  sesuatu  yang  dilontarkan 
yang ada padanya seperti juga  halnya dengan ruqyah. ( Al-Lisan 2 / 196 ) bahasan:

Dari ayat dan hadits diatas dapatlah kita ketahui dua sighat al-isti’adzah,
yaitu:
1.  A’udzu billahi min asy-syaithan ar-rajiim
2.  A’udzu  billah  as-samii’  al-‘aliim  min  asy-syaithan  ar-rajiim  min
hamzihi wa nafkhihi wa naftsihi.
3.  A’udzu bis-samii’ al-‘aliim min asy-syaithan ar-rajiim 37
Dan  disunahkan  bagi  orang  yang  membaca  al-Qur`an  untuk  mengamal
sighat isti’adzah yang pertama dan juga yang berikutnya.
Faedah  Isti’adzah:  Untuk  menjauhkan  syaithan  dari  hati-hati  manusia,  disaat
seseorang  membaca  kitabullan  hingga  seseorang  mencapai  tadabbur  Al-Qur`an
dan  dapat  memahami  maknanya,  dan  mengambil  manfaat  dari  Al-Qur`an
tersebut.  Karena  akan  ada  perbedaan  jikalau  anda  membaca  Al-Qur`an  dengan
hati  khusyu’  dan  disaat  anda  membaca    Al-Qur`an  sementara  hati  anda  yang
lalai. Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Utsaimin rahimahullah.38 
Adapun  membaca  basmalah  ketika  memulai  membaca  Al-Qur`an
merupakan  amalan  yang  sunnah  saja.  Sebagaimana  yang  diriwayatkan  oleh
Anas  radhiallahu  ‘anhu  dia  berkata:  “  Pada  suatu  hari  setelah  shalat  dzhuhur,
Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  berada  disisi  kami  dan  beliau
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  tengah  mengantuk  lalu  beliau  mengangkat  kepala
beliau  dan  tersenyum.  Lalu  kami  bertanya  kepada  beliau,  “Apa  yang
menyebabkan anda tertawa, wahai Rasulullah?” 
Beliau  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    bersabda:  “  Baru  saja  diturunkan
kepadaku sebuah surat yang mulia” , kemudian belaiu membaca 
                                                                                                                                                
36  HR. Abu Daud ( 775 ), Al-Albani mengatakan: Shahih. Ibnu Katsir mengatakan: Hadit sini telah
diriwayatkan oleh para penulis As-Sunan yang empat. At-Tirmidzi mengatakan: Hadist ini yang paling
populer dalam pembahasan ini . ( Tafsir Al-Qur`an Al-‘Adzhim 1 / 13 ). Cet. Maktabah Al-Harmiy

37 Telah dijelaskan oleh Abu Daud tentang bentuk kalimat ta'aawudz pada no.785 dan Imam Al-Albaniy
belum menshahihkan riwayat ini, dan Syeikh Utsaimin memberikan syahid (penguat terhadapnya) dalam
Syarh Al-Mumti’ ‘ala matni Zaad Al-Mustaqani’ yang menujukkan atas shahihtnya riwayat ini menurut beliau.
Lihat Asy-Syarh (3/71) terbitan Mu`asasah Aasaam.
38 Asy-Syarh Al Mumti’ (3/71)
  Sesunguhnya  Kami  telah  memberikan  kepadamu  al-kautsar  –  telaga  disurga.  Maka
shalatlah  kepada  Rabb-mu  dan  berkurbanlah.  Sesungguhnya  yang  membencimu  adalah
orang yang terputus “ (Al-Kautsar),  al-hadits”.39 
Pertanyaan  :  Telah  menjadi  kebiasaan  kaum  muslimin  ketika  selesai  membaca
Al-Qur`an  mereka  mengucapkan  “Shadaqallahul  ‘Adziim”  apakah  ini  ada
dalilnya yang shahih?
Jawab  :  Tidak  ada  dalil  untuk  mengucapkan  “Shaqallahul  ‘Adziim”  ketika
selesai  membaca  Al-Qur`an.  Walaupun  ini  amalan  sebagian  besar  kaum
muslimin,  akan  tetapi  amalan  mayoritas  bukanlah  dalil  bahwa  amalan  tersebut
benar.  Allah ta’ala berfirman : 
 “  Dan  tidaklah  sebagian  besar  kaum  manusia  ,  walaupun  engkau  berupaya  ,  akan
beriman “ (Yusuf: 103 )
Demikian  pula  ada  pendapat  yang  sangat  mengesankan  dari  Al-Fudhail  bin
Iyadh rahimahullah: 
  Janganlah  engkau  merasa  kesepian  dengan  jalan-jalan  petunjuk  hanya  karena
sedikitnya  yang  mengikuti  jalan  tersebut.  Dan  janganlah  engkau  terpedaya
dengan banyaknya orang-orang yang meniti jalan kebinasaan “. 
Akan  tetapi  sesungguhnya  dalil  menguatkan  pendapat  yang  menolak
penutupan  bacan  Al-Qur`an  dengan  ucapan  ini.  Diriwayatkan  oleh  Imam  Al-Bukhari  dan  Muslim  dan  selain  mereka  dari  hadits  Ibnu  Mas’ud  radhiallahu
anhu  beliau  berkata:  “Rasululla  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  bersabda,
Bacakanlah  –Al-Qur`an-  untukku”  Ibnu  Mas’ud  berkata:  “  Saya    bertanya:
Akankah  saya  membacakan  Al-Qur`an  untukmu  sedangkan  kepadamu  Al-Qur`an itu diturunkan?” 
Nabi bersabda: “Sesungguhnya aku suka untuk mendengarkan Al-Qur`an
dari orang lain”. 
Ibnu  Mas’ud  berkata:  “  Maka  saya  pun  membacakan  surat  An-Nisaa`  hingga
saya sampai pada ayat: 
                                                
39 HR.Muslim (400)
  Dan  Bagaimanakah  jikalau  Kami  mendatangkan  bagi  masing-masing  umat  seorang
saksi, dan kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka semua “ (An-Nisaa` : 41 )
Beliau  berkata  kepadaku:  “Cukup  atau  tahan  bacaanmu”,  dan  aku  melihat
kedua mata beliau meneteskan air”.40 
Dan  demi  ayah  dan  ibuku  yang  menjadi  jaminannya,  maka  Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyuruh Ibnu Mas’ud untuk mengucapkan
Shadaqallahul’adzim”  dan  beliau  tidak  menetapkan  hal  itu  dan  tidak  pula
dilakukan  oleh  orang-orang  generasi  pertama    dari  umat  ini  semoga  Allah
meridhai  mereka  bahwa  mereka  tidak  pernah  mengucapkan  hal  itu  ketika
mereka  selesai  membaca  Al-Qur`an.  Begitu  juga  tidak  pernah  diketahui  bahwa
Salaf Ash-Shalih yakni orang-orang yang hidup setelah generasi sahabat bahwa
mereka  telah  mengamalkannya.  Tidak  ada  yang  dapat  dikatakan  selain  kita
bahwa amalan tersebut adalah amalan yang muhdats – diada-adakan - dan tidak
ada sunnah yang membolehkan dzikir ini.
Al-Lajnah  Ad-Daimah  berfatwa:  “  Seseorang  mengatakan
shadaqallahul’adzim  “  ucapan  ini  pada  dasarnya  adalah  ucapan  benar.  Akan
tetapi  apabila  ia  mengucapkannya  setelah  selesai  membaca  Al-Qur`an  dengan
terus  menerus,  maka  ini  termasuk  perbuatan  bid’ah.  Dikarenakan  bacaan  itu
tidak  pernah  dilakukan  oleh  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  dan  para
Khulafa`  Ar-Rasyidin  sebatas  yang  kami  ketahui,  sementara  mereka  seringkali
membaca Al-Qur`an. Dan telah shahih driwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa  sallam  bahwa  beliau  bersabda:  “Barang  siapa  yang  beramal  dengan  sebuah
amalan  yang  tidak  ada  baginya  perintah  dari  kami,  maka  amalan  itu  tertolak”.
Dan pada riwayat lain: “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan
agama yang hal tersebut bukan merupakan urusan dari kami, maka tertolak”.41  
Faedah : An-Nawawi menyebutkan dalam kitab beliau Al-Adzkar, bahwa beliau
berkata: “ Disunnahkan bagi orang yang membaca Al-Qur`an jika ia memulainya
                                                
40 HR. Al-Bukhari no.5055 dan lafazh ini lafazh riwayat  beliau, Muslim no.800
41 Fatwa no.4310 (4/118) dan kami telah meringkas masalah ini dan menyebarkannya kepada orang-orang
yang melakukannya dengan penjelasan yang sejelas-jelasnya. Wallahulmusta’an.
dari  pertengahan  surat  hendaklah  ia  memulainya  dari  awal  kalimat-kalimat
saling berkaitan sebagian dengan sebagian lainnya. Demikian pula hendaklah ia
berhenti  pada  tempat  berhenti  pada  kalimat  yang  berkaitan,  atau  pada  akhir
kalimat.  Dan  janganlah  dia  bergantung  dalam  masing-masing  tempat  berhenti  ,
ketika memulai, atau ketika berhenti pada setiap juz, atau setiab hizb bacaan, atau
pada setiap ‘usyr juz. Karena sebagian besar tempat-tempat tersebut berada pada
pertengahan  kalimat  …  Kemudian  beliau  berkata,  “  Dan  semakna  dengan
pernyataan  ini  sesuai  dengan  perkataan  ulama:  “  Membaca  Al-Qur`an  dengan
menyempurnakan  setiap  surat  itu  lebih  utama  dari  pada  sebagian  surah  pada
surah-surah  yang  panjang.  Dikarenakan  penyesuaian  bacaan  ayat    telah
tersamarkan  bagi  mayoritas  kaum  muslimin  atau  bahkan  paling  banyaknya
diantara mereka dia pada beberapa  keadaan dan tempat”.42  

12.  Disunnahkan  membaca  Al-Quran  dengan  tartil  dan  makruh  membaca  al
quran secara cepat.
Allah    memerintahkan  kepada  kita  untuk  membaca  Al-Qur`an  secara
tartil, sebagaimana firman-Nya :
 “ Dan bacalah Al-Qur`an dengan tartil “ (Al-Muzammil : 4 ).
 Adapun yang dimaksud dengan tartil dalam membaca adalah membaca dengan
teratur dan pelan-pelan serta dengan suara yang jelas tanpa salah. Ibnu Abbas  
ketika menjelaskan tafsiran surah ini 
 “ Dan bacalah Al-Qur`an dengan tartil “ (Al-Muzammil : 4 ).
Beliau  mengatakan,  “Membaca  Al-Qur`an  itu  dengan  sejelas-jelasnya.”  Abu
Ishaq mengatakan, “Bacaan yang jelas tidak mungkin terwujud dengan tergesa-gesa  ketika  membaca,  adapun  untuk  mewujudkannya  adalah  dengan  cara
mencermati  setiap  huruf  yang  dibaca  dan  memenuhi  hak-haknya  (ketentuan-ketentuan  hukum  qira’ah).”43  Sedangkan  faedah  yang  bisa  diambil  dari
                                                
42 Al-Adzkar hal.163
43 Liasn Al ‘Arab Karangan Ibnu Mandzur (11/265) cetakan Daar Ash-Shaadir.
membaca  Al-Qur`an  dengan  cara  tartil  adalah  mengajak  kita  untuk  memahami
makna dari ayat-ayat Al-Qur`an tersebut.
Mayoritas  para  salaf  dari  kalangan  para  sahabat  maupun  yang  sesudah
mereka, sangat membenci orang yang membaca Al-Qur`an dengan cara terburu-buru.  Penyebab  ketidak  senangan  mereka  adalah  karena  kemaun  para  qari’
untuk  membaca  dalam  jumlah  banyak  dan  dalam  waktu  singkat  adalah
merupakan  kelalaian,  dikarenakan  ingin  mendapat  pahala  besar  tapi  hilang
mashlahat  yang  lebih  besar  yaitu  tadabbur  atau  mepelajari  serta  memahami
makna  dari  ayat-ayat  Al-Qur`an,  mengambil  faedah  darinya,  dan  pengaruh
bacaan Al-Qur`an yang nampak jelas pada diri qari’ itu sendiri. Tidak diragukan
lagi  bahwa  seseorang  yang  membaca  Al-Qur`an  sedangkan  dia  memikirkan
ayat-ayatnya  dan  menghadirkan  atau  berusaha  memahami  makna-maknanya,
hal  ini  jelas  lebih  baik  dari  pada  orang  yang  membacanya  dengan  tergesa-gesa
karena  ingin  cepat  menyelesaikan  bacaannya  atau  selesai  dan  banyak  jumlah
yang dibaca.
Ibnu  Mas’ud  memiliki  perkataan  yang  berisikan  kritikan  beliau  terhadap
orang  yang  membaca  Al-Qur`an  dengan  tergesa-gesa,  diriwayatkan  dari  Abi
Wail  beliau  berkata:  “  Seorang  laki-laki  datang  menjumpai  beliau  yang  dikenal
dengan  nama  Nuhaik  bin  Sinan,  lalu  orang  tersebut  berkata:  “  Wahai  Abu
Abdurrahman  Bagaimanakah  anda  membaca  huruf  ini,  apakah  dengan  huruf
aliif  atau  dengan  huruf  yaa`  ,  yaitu  pada  firman  Allah  ta’ala:  
 
 
     
ataukah dengan:   
 
 

ٍ[1]ِ

      ?  
Dia berkata: “ Berkata Abdullah: “ Semua ayat-ayat Al-Qur`a telah anda hitung
selain ayat ini? “ 
Dia  berkata:  “  Sesungguhnya  aku  membaca  surah  al-mufashshal  pada  satu
raka’at. “ 
Maka  Abdullah  berkata:  “Ini  adalah  pemenggalan  sebagaimana  pemenggalan
sebuah sya’ir ? Sesungguhnya ada sekelompok kaum yang mereka membaca Al-
Qur`an,  akan  tetapi    tidak  sampai  melewati  kerongkongan  mereka.  Akan  tetapi
apabila  mereka  meresapinya  dalam  hati  dan  merasakan  manfaatnya  serta
mengambil faedah padanya, barulah mereka berlalu ...”44
Diriwayatkan dari Abu Jamrah  mengatakan: “Aku berkata kepada Ibnu
Abbas,  Sesungguhnya  aku  sangat  cepat  membaca  Al-Qur`an  dan  aku  dapat
menyelesaikannya  dalam  tiga  hari.”  Maka  Ibnu  Abbas  mengatakan,  “
Sesungguhnya  aku  membaca  Al-Baqarah  dalam  semalam  dengan
mentadaburinya  dan  mentartilnya,  dan  aku  lebih  menyukainya  dari  pada  aku
membaca sebagaimana yang engkau katakan “. 
Dalam  riwayat  lainnya  Ibnu  Abbas  berkata:  “Jika  kamu  memang  mesti
melakukannya  dengan  demikan  (cepat),  maka  hendaklah  kamu  membacanya
dengan bacaan yang dapat didengar oleh telingamu dan dipahami hatimu.”45
Ibnu  Muflih  mengatakan:  “  Ahmad  berkata:  Saya  menyukai  bacaan  Al-Qur`an
yang mudah dan saya membenci bacan Al-Qur`an dengan cepat. “
Harb berkata: “ Saya bertanya kepada Ahmad tentang bacaan Al-Qur`an dengan
cepat, dan beliau tidak menyukainya, kecuali apabila lisan orang tersebut seperti
itu.  Ataukah  dia  tidak  dapat  membacanya  perlahan.  Lalu  ada  yang  bertanya:
Apakah seperti itu berdosa?
Beliau  menjawab:  Adapun  tentang  dosanya,  saya  tidak  berani  untuk
mengomentarinya “46
Masalah: Manakah yang lebih utaman bagi seseorang yang membaca Al-Qur`an,
membacanya  dengan  tenang  dan  tadabbur  ataukah  membacanya  dengan  cepat,
namun tanpa mengabaikan sedikitpun huruf-huruf dan harat-harakatnya ?
Jawab:  Apabila  bacaan  yang  cepat  tersebut  tidak  sampai  mengabaikan  aturan
qira’ah,  sebagian  ulama  telah  mengutamakan  bacaan  dengan  cepat  seperti  itu
                                                
44 HR. Al-Bukhari no.775 dan Muslim no722 dan lafazh ini adalah lafazh pada riwayat beliau..
45 Dikeluarkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab Fadhaail Al Qur’an hal.236.  Muhaqqiq berkata, “Isnadnya
Shahih. Dan Al-Baihaqy menambahkan dalam Asy-Sya’bi dari hadits Syu’bah. Dan berkata Muhaqqiq Al-Fadhaail, sanadnya shahih. Lihat al-Hasyiah hal.237.
46  Al-AdabAsy-Syar’iyah ( 2 / 297 _
dengan  harapan  banyaknya  pahala  yang  akan  diperolehnyadenganbanyaknya
bacaan  Al-Qur`an.  Sementara  sebagian  ulama  lainnya  lebih  mengutamakan
bacaan yan tartiil dan tenang.
Ibnu  Hajar  mengatakan:  “  Pendapat  yang  tepat,  bahwa  masing-masin  baik  itu
bacaan  yang  cepat  dan  juga  bacaan  yang  tartil  memiliki  keutamaan  tersendiri.
Dengan  syarat  bahwa  bacaan  yang  cepat  tersebut  tidak  sampai  mengabaikan 
hak  huruf-huruf  bacaan  beserta  harakat-harakatnya,  sukun    serta  hal-hal  wajib
lainnya.  Jadi  tidak  ada  halangan  dalam  mengutamakan  slaah  satu  diantara
keduanya  atau  menyatakan  keduanya  sama  dalam  hal  keutamaan.  Karena
seseorang yang membaca Al-Qur`an dengan tartil dan menelaah ayat demi ayat,
layaknya  seseorang  yang  mendermakan  sebuah  permata  yang  sangat  bernilai.
Dan  yang  membaca  dengan  cepat  layaknya  seseorang    yang  mendermakan
beberapa permata dengan harga yang senilai. Terkadang nilai permata yang satu
melebihi nilai permata yang banyak dan terkadang malah sebaliknya “47

13.Disunnahkan memanjangkan bacaan Al-Qur`an.
Hal  ini  shahih  keterangannya  dari  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa
sallam.  Anas  radhiallahu  ‘anhu  ditanya  tentang  bacaan  Al-Qur`an  Rasulullah,
maka  Anas  menjawab  :  ”Beliau  memanjangkannya,  kemudian  membaca
basmallah, maka beliau memanjangkan bismillah, memanjangkan ar-rahman, dan
memanjangkan ar-rahim.”48

14.  Disunnahkan  membaguskan  suara  ketika  membaca  Al-Qur`an  dan
larangan membaca menyerupai orang bernyanyi.49
                                                
47  Fathul Baari ( 8 / 707 )
48 HR. Al-Bukhari no.5145
49 Yang dimaksud menyerupai orang bernyanyi yaitu yang mirip dengan nyanyian, dan pada zaman kita
sekarang ini, sebagian imam masjid kebanyakan seperti ini, sedang mereka ada yang mengetahui dan ada
yang tidak, dan kamu akan terbuai oleh khayalan ketika mendengar bacaan mereka.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bara’  radhiallahu  ‘anhu,  bahwa  beliau  berkata  :  ”Aku  mendengar  Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca “Wattini waz Zaitun,”  pada shalat ‘isya’.
Tidaklah  saya    mendengar  seorang  pun    lebih  bagus    suaranya  atau  bacaannya
dari beliau.”50
Adapun  tentang  disunnahkannya  membaguskan  suara  ketika  membaca,
beberapa hadits-hadits shahih telah menerangkannya, diantaranya, sabda beliau
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  :  ”TidaklahAllah  mendengarkan  sesuatu
sebagaimana Allah mendengarkan Nabi-Nya melagukan Al-Qur`an “51 
Ibnu  Katsir  mengatakan  :”Maknanya  adalah  bahwa  Allah  tidak  mendengar
sebagaimana  Allah  mendengar  bacaan  Nabi  yang  mana  beliau  mengeraskan
bacaannya  dan  membaguskannya.  Hal  ini  disebabkan  pada  bacaan  para  Nabi
terkumpul  suara  yang  bagus  karena  kesempurnaan  ciptaan  mereka  serta  rasa
khusyu’  yang  sempurna.  Inilah  tujuan  dari  hal  itu  semua.  Allah  mendengar
suara  selurh  hamba-Nya,  yang  taat  maupun  yang  ingkar.  Imam  Ahmad
mengatakan  :  ”Seorang  qari’  sepatutnya  membaguskan  suara  bacaan  Al-Qur`annya, membacanya dengan penuh penghayatan, dan mentadaburinya, dan
inilah  makna  sabda  beliau  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  :  ”TidaklahAllah
mendengarkan sesuatu sebagaimana Allah mendengarkan Nabi-Nya melagukan
Al-Qur`an “52
Dalil yang lain adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”Bukan
golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur`an.”53 
Juga dari hadits Al-Barra’ bin ‘Azib yang berkata: ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: ”Perbaguslah suara kalian dengan bacaan Al-Qur`an!”54 
                                                
50 HR. Al-Bukhari no.769
51 HR. Al-Bukhari no.5023 dan Muslim (7920
52 Fadhaail Al-Qur`an hal.179,180
53 HR. Abu Daud (1469) Al-Albani berkata “shahih”
54 HR. Abu Daud (1468) Al-Albani berkata “shahih”
Yang  dimaksud  membaguskan  suara  disini  yaitu  memperindah,
menghayati,  dan  khusyu’  ketika  membacanya.  Demikian  yang  dikatakan  oleh
Ibnu  Katsir  mengatakan.  Ketika  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  mendengar
bacaan  Abu  Musa  Al  Asy’ary,  beliau  mengatakan  kepadanya:  ”  Seandainya
engkau  menyaksikanku  disaat  saya  mendengar  bacaanmu  semalam  !  Sungguh
engkau telah diberi keindahan suara sebgaiman keindahan suara  Daud”.55
Pada  salah  satu  riwayat  yang  diriwayatkan  oleh  Abu  Ya’la  terdapat
tambahan  dari  eprkataan  Abu  Musa:  “  Sekiranya  saya  mengetahui  keberadaan
anda,  niscaya  saya  memperbagusnya  untuk  anda  “.  Perkataan  Abu  Musa
menunjukkan  bolehnya  berusaha  membaguskan  suara  ketika  membaca  Al-Qur`an,  akan  tetapi  perkataan  ini  berarti  mengeluarkan  bacaan  Al-Qur`an  dari
ketentuannya  yang  disyariatkan,  seperti  berlebihan  memanjangkan  bacaan,
menyambung  ayat  tanpa  jeda,  dan  berlebih-lebihan  sampai  terjadi  lahn  dalam
bacaannya.  Yang  demikian  ini  sama  sekali  tidak  disyariatkan.  Imam  Ahmad
membenci  membaca  Al  Qur’an    dengan  bacaan  yang  lahn,  bahkan  beliau
mengatakan :”Yang seperti itu bid’ah.”56 
Asy-Syaikh  Taqiyuddin  mengatakan  :”Membaca  al  Qur’an  dengan  cara
melagukannya/lahn  seperti  nyanyian  adalah  makruh  yang  bid’ah  sebagaimana
disinyalir  dalam  perkataan  Imam  Malik,  Asy-Syafi’I,  Ahmad  bin  Hambal,  dan
para imam selain mereka.57

15. Menangis ketika membaca al Qur’an atau ketika mendengarnya.
Kedua hal ini telah disebutkan didalam As-Sunnah. Yang pertama sesuai
dengan  hadits  riwayat  Abdullah  bin  Syuhair  radhiallahu  ‘anhu,  bahwasannya
beliau berkata: ”Saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan
beliau  sedang  shalat,  dan  dari  dalam  tenggorokan  beliau  terdengar  suara
                                                
55 HR.Muslim (793) dan Al-Bukhari (5048) syarat yang kedua darinya saja.
56 Al-Adab Asy-Syar’iyah  (2/301)
57  Al-Adab ( 2 / 302 )
mendesis  seperti  berdesisnya  periuk.  Ternyata  beliau  sedang  menangis.”  58
Abdullah  bin  Syadat  mengatakan  :”Aku  mendengar  Umar  radhiallahu  ‘anhu
tersedu-sedu,  sedangkan  aku  berada  di  shaf  terakhir,  beliau  (Umar  radhiallahu
anhu) membaca :
Sesungguhnya saya mengadukan kegundahan dan kesedihanku kepada Allah “
(Yusuf : 86 ).
Yang  kedua  (menangis  ketika  mendengar)  adalah  sebagaimana  yang
diriwayatkan  oleh  Ibnu  Mas’ud  radhiallahu  ‘anhu,  dia  mengatakan  :  ”Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  berkata  kepadaku  :“Bacakanlah  Al-Quran
untukku!”  Lalu  aku  berkata  :”Ya  Rasulullah,  aku  membaca  al  Qur’an  untukmu
sedangkan  Al-Qur`an  diturunkan  kepadamu?”  Beliau  berkata  :”Ya.”  Maka  aku
membaca surat an Nisa’, dan ketika aku sampai pada ayat :
 “ Dan bagaimanakan  apabila Kami mendatangkan kepada masing-masing umat
seorang saksi dan Kami datangkan engkau sebagai saksi atas mereka “ (An-Nisaa` : 41 ),
beliau  berkata:”Cukup!”.  Kemudian  beliau  berpaling  dan  kedua  mata  beliau
bercucuran air mata.”59
Adapun  yang  sebagian  orang  lakukan  pada  hari  ini  berupa  teriakan,
ratapan,  dan  menangis  keras-keras,  maka  ini  telah  keluar  dari  jalan  yang  lurus.
Akan tetapi jangan sampai setiap orang menyangka bahwa kami menempatkan
hukum  ini  secara  umum,  sekali-kali  tidak  !  Bahkan  kami  katakan,  diantara
mereka  ada  yang  benar,  tapi  ada  juga  yang  tidak  seperti  itu.  Yang  sangat
mengherankan  pada  diri  orang-orang  yang  berlebih-lebihan  tersebut,  bahwa
mereka mencurahkan ibarat demi ibarat ketika mendengarkan doa imam ketika
membaca  doa  qunut,  akan  tetapi  air  mata  boleh  dikatakan  tidak  keluar  sama
                                                
58 Syarh As-Sunnah oleh Al-Baghawiy (729) Muhaqqiq berkata, “Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Asy-Syamaail, dan Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’I dan sanadnya kuat” (3/245) terbitan Al-Maktab Al-Islami
59 Diriwayatkan oleh Al-Bukhari didalam Shahih beliau secara mu’allaq, dan menempatkannya pada judul
bab. Idzaa Bakaa Al-Imam fii Ash-Shalat.
Ibnu Hajar : “ Atsar ini diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dari Ibnu ‘Uyainah dari Isma’il bin Muhammad
bin Sa’ad, beliau telah mendengar Abdullah bin Syaddad hadits ini dan menambahkannya: Pada shalat
shubuh “ ( Fathul Baari 2 / 241, 242 )
sekali dari lekuk mata mereka ketika mendengarkan Kalamullah dan ayat-ayat-Nya ! Kami katakan kepada mereka yang berlebih-lebihan ini: Hendaknya kalian
memperhatikan,bahwa  sesungguhnya  manusia  yang  paling  sempurna
keadaannya adalah mereka yang Allah sifatkan dalam firmannya : 
 “ Dialah Allah yang telah menurunkan perkataan yang paling baik, yakni sebuah
Kitab  yang  serupa  ayat-ayatnya  lagi  berulang-ulang.  Kulit  orang-orang  yang  takut
kepada Rabb mereka akan gemetar karenanya dan menjadi tenang dan hati mereka akan
kembali mengingat Allah “(Az-Zumar : 23 ). 
Dan  orang  yang  paling  sempurna  adalah  orang  yang  keadaannya  seperti  Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  yaitu  yang  tangisannya  mendesis  seperti
berdesisnya periuk. 
Akan  tetapi  jika  ada  yang  berdalih/beralasan  bahwasannya  sebagian
orang  terdahulu  mereka  pingsan  bahkan  meninggal  ketika  dibacakan  kepada
mereka  Al-Qur`an  atau  mereka  mendengarkan  bacaannya.  Dan  jawaban  atas
alasan  ini  adalah  bahwa  sesungguhnya  kami  tidak  mengingkari  cerita  itu  dari
sebagian  generasi  terdahulu  seperti  tabi’in  dan  generasi  setelah  mereka,  akan
tetapi  tidak  diketahui  apakah  para  sahabat  semoga  Allah  meridhainya
melakukannya.  Dan  sebab  dari  itu,  karena  yang  menyentuh  –  hati  mereka  –
adalah  sesuatu  yang  kuat  ,  dan  menghantam  tempat  yang  sangat  lemah  yakni
hati  mereka,  sehingga  tidak  mampu  menahannya,  maka  terjadilah  apa  yang
terjadi.  Mereka  adalah  orang-orang  yang  benar    dari  apa  yang  mereka  hayati,
dan mereka juga diberi udzur. 
Ibnu Muflih berkata: “Keadaan ini seringkali terjadi pada Imam baik dari
sisi  ilmu  maupun  amal  –  yaitu  syaikh  Imam  Ahmad  –  yakni  Yahya  bin  Al-Qahthan. Imam Ahmad berkata, “Apabila seseorang mampu menahannya maka
niscaya  Yahya  akan  sanggup  menahannya.    Dan  hal  itu  juga  telah  terjadi  pada
selain  mereka.  Di  antara  mereka  ada  yang  benar  pada  keadaan  mereka  da  ada
juga  yang  selain  itu.  Dan  saya  bersumpah,  bahwa  yang  bberlaku  jujur  diantara
mereka  sungguh  dia  mendapatkan  kedudukan  yang  adung.  Karena  jika  bukan
disebabkan  hati  yang  hidup  dan  mengetahui  makna  yang  dibacanya  serta
kedudukannya,  serta  menghadirkan  makna  yang  dibacanya  tersebut  lalu
diresapi,  hal  itu  tidak  akan  tercapai.  Akan  tetapi  keadaan  generasi  awal  jauh
lebih  sempurna.  Dimana  seseorang  akan  mencapai  segala  yang  mereka  capai,
bahkan  lebih  agung  lagi,  bersamaan  dengan  keteguhan  hati  mereka  serta
kekuatan sanbari mereka. Semoga Allah meridhai mereka semua.60 
Faedah  :  Dsunnahkan  meminta  untuk  dibacakan  Al-Qur`an  dari  Qari’
yang baik bacaannya (tajwidnya) lagi bagus suaranya. Hal ini akan semakin jelas
dengan  perintah  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  kepada  Ibnu  Mas’ud  untuk
membacakan  Al-Qur`an.  Ibnu  Mas’ud  mengatakan  :”Nabi  berkata  kepadaku
:”Bacakanlah  (Al-Qur`an)  untukku!”  Aku  berkata  :  ”Aku  membaca  Al-Qur`an
untukmu  sedangkan  Al-Qur`an  diturunkan  kepadamu?”  Beliau  Shallallahu
alaihi  wa  sallam  bersabsa  :  ”Aku  senang  jika  aku  mendengarnya  dari
selainku.”61 
Adapun  Ibnu  Mas’ud  adalah  sahabat    yang  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa
sallam berkata tentang diri beliau : ”Barang siapa yang hendak membacakan Al-Qur`an  dengan  jelas  lagi  merdu  sebagaimana  ketika  Al-Qur`an  diturunkan,
maka  hendaklah  dia  membacanya  sebagaimana  Ibnu  Ummi  ‘Abdin
membacanya.” 
Ibnu  Mas’ud  termasuk  salah  satu  dari  empat  sahabat  yang  Nabi  Shallallahu
alaihi  wa  sallam  perintahkan  untuk  mengambil  Al-Qur`an  dari  mereka.  Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    berkata  :”Mintalah  bacaan  Al-Qur`an  dari  empat
orang,  Abdullah  Ibnu  Mas’ud,  Salim  maula  Hudzaifah,  Ubay  bin  Ka’ab,  dan
Mu’adz bin Jabbal!”62

                                                
60  Al-Adab Asy-Syar’yah ( 2 / 305 )
61 HR. Al-Bukhari no.5056
62 HR. Ahmad dalam Musnadnya (35) muhaqqiq berkata, “sanadnya hasan (1/211) terbitan Muasasah Ar-Risalah.
16.  Disunnahkan  untuk  mengeraskan  bacaan  Al-Quran  jika  tidak
mendatangkan mafsadah.
An-Nawawi  mengatakan  dalam  kitab  Al-Adzkar  :  ”Sejumlah  atsar
tentang  keutamaan  menjahrkan  (mengeraskan  suara)  dan  mensirrkan  (membaca
dengan  suara  yang  sangat  pelan)  ketika  membaca  Al-Qur`an.  Para  ulama
mengatakan  :  Untuk  menyelaraskan  kedua  hadits  tersebut,  bahwasannya
membaca  dengan  sirr  akan  menjauhkan  seseorang  dari  sifat  riya’. Dan  ini  lebih
utama  ketika  seseorang  khawatir  akan  terjatuh  kepada  hal  itu.  Apabila  tidak
ditakutkan  akan  terkena  sifat  riya’,  maka  mengeraskan  suara  itu  lebih  utama,
dengan syarat, tidak mengganggu orang lain yang mungkin sedang shalat, tidur,
atau  selainnya.”  Mengeraskan  bacaan  Al-Qur`an  ini  merupakan  amalan  yang
sangat  besar  karena  akan  memberikan  manfaat  kepada  orang  yang
mendengarnya dan akan memantapkan hati orang yang membacanya serta akan
dapat  menyatukan  segala  keinginannya  untuk  memikirkan  Al-Qur`an  dan
pendengarannya  tertuju  kepada  bacaan  Al-Qur`an.  Dan  bacaan  itu  dapat
mengusir  kantuk  serta  akan  menambahkan  sifat  rajin  dan  giat.  Apabila  salah
satu  dari  sekian  niat  ini  menyertai  bacaan  Al-Qur`an  dengan  keras,  maka
membaca dengan jahr lebih utama.63 
Akan  tetapi  ada  baiknya  bagi  kami  untuk  mengisyaratkan  kepada  suatu
perkara  yang  penting,  yaitu  bahwa  seseorang  yang  menjaharkan  bacaan  Al-Qur`an  sepatutnya    memperhatikan  orang-orang  yang  ada  di  sekitarnya  seperti
orang yang sedang shalat, atau orang yang sedang membaca Al-Qur`an dan atau
orang yang sedang tiduragar jangan sampai mengganggu mereka dengan bacan
yang diekraskan tersebut.. 
Telah  diriwayatkan  oleh  Abu  Said  radhiallahu  ‘anhu,  bahwa  Rasulullah
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  sedang  I’tikaf  di  masjid.  Lalu  beliau  mendengar
orang  orang  membaca  Al-Qur`an  dengan  suara  yang  keras.  Lalu  beliau
menyikap  tabir  dan  mengatakan,  “Ketahuilah,  sesungguhnya  masing-masing
                                                 
63 Al-Adzkar halaman 162.
kalian itu sedang bermunajat kepada Rabb-nya, maka janganlah kalian sebagian
diantara  kalian  mengganggu  sebagian  lainnya,  dan  janganlah  sebagian  dari
kalian  mengeraskan  bacaannya  hingga  mengganggu  bacaan  sebagian  yang  lain
.Atau dengan tambahan beliau bersabda :”Ketika sedang shalat.”64
Catatan  penting  :  Tidak  boleh  bagi  seorang  perempuan  membaca  Al-Qur`an
dengan  jahar,  sementara  ada  laki-laki  lain  (bukan  muhrim)  didekatnya.  Karena
dikhawatirkan akan mendatangkan fitnah kepada wanita tersebut. Syariat Islam
telah  mengutamakan  sadd  adz-dzaraa’I  –  yakni  menutup  segala  wacana  –  yang
akan mengantarkan kepada suatu yang haram.65
Faedah:  Seahrusnyalah  seseorang  mengucapkan  dan  melnatunkan  bacaan  Al-Qur`an  agar  memperoleh  pahala.  Adapun  sebagian  kecil  kaum  muslimin    yang
membaca  Al-Qur`an  tanpa  menggerakkan  kedua  bibirnya  (yakni  membaca
dalam hati. pent) tidak akan mendapatkan keutamaan membaca Al-Qur`an.  
Asy-Syaikh  Ibnu  Baaz  rahimahullah  dalam  salah  satu  fatwa  beliau,
mengatakan:  “Tidak  mengapa  seseorang  memandang  Al-Qur`an  tanpa
membacanya  dengan  tujuan  tadabbur,  menelaah  dan  memahami  maknanya.
Akan  tetapi  dia  tidak  tergolong  sedang  membaca  Al-Qur`an  dan  tidak
mendapatkan  pahala  keutamaan  membaca  Al-Qur`an  kecuali  apabila  dia
melafazhkan bacaan Al-Qur`an walau dia tidak memperdengarkan orang-orang
yang berada disekitarnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Bacalah oleh kalian Al-Qur`an, sesugguhnya dia akan datang pada hari kiamat
sebagai  syafa’at  bagi  para  pembacanya.”    Diriwayatkan  oleh  Imam  Muslim  .
Yang  dimaksud  oleh  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  :  “  para  pembacanya  “,
adalah mereka mengamalkannya sebagaimana yang terdapat pada dalam hadits
lain,  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  bersabda:  “Barang  siapa  membaca  satu
huruf  dari  Al-Qur`an    maka  baginya  satu  kebaikan.  Dan  satu  kebaikan  sama
dengan sepuluh kebaikan.” Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan Ad-Darimi dengan
                                                
64 HR. Abu Dawud no.1332, Al-Albani mengatakan :”Hadits ini shahih.”
65 Fatwa Al-Lajnah ad-Daa`imah no.5413. (4/127)
sanad  shahih.  Seseorang  itu  tidak  termasuk  membaca  Al-Qur`an  jika  tanpa
melafazhkannya. Sebagaimana hal ini dinyatakan oleh ulama. Wallahu waliyyut-taufik.66

17. Batasan yang disukai dalam mengkhatamkan Al-Qur`an.
Kebiasaan  ulama  salaf  telah  berbeda  didalam  memberi  batasan
penghitungan  waktu  mengkhatamkan  Al-Qur`an.  Diantara  mereka  ada  yang
menghatamkan  Al-Qur`an  selama  dua  bulan,  sebulan,  sepuluh  malam,
seminngu, dan inilah yang paling banyak dilakukan. Imam Nawawi mengatakan
dalam  Al-Adzkar67,  “Dan  diantara  mereka  ada  yang  menghatamkan  Al-Qur`an
kurang  dari  tiga  hari.  Dan  diantara  mereka  juga  ada  yang  menghatamkan  Al-Qur`an  pada  setiap  malam  jum’at.  Dalam  hal  ini  telah  ada  kisah  yang  sangat
masyhur  dari  Abdullah  bin  Amr  radhiallahu  ‘anhuma,  beliau  berkata:”
Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  telah  bersabda  kepadaku,  “Bacalah  Al-Qur`an itu pada satu bulan.” Aku berkata :”Sesungguhnyaa saya mampu kurang
dari itu (sebulan).” sehingga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:”Maka
bacalah Al-Qur`an itu dalam satu minggu, dan janganlah kurang dari seminggu
itu.”68 
Maka  sebagian  dari  mereka  menjadikan  satu  minggu  itu  sebagai  batasan
yang paling minimal untuk menghatamkan Al-Qur`an. Dan sebagian dari (para
ulama) menjadikan tiga hari sebagai batasan tercepat dalam menghatamkan Al-Qur`an  berdasarkan  hadits  yang  telah  diriwayatkan  oleh  Abu  Daud  dan
selainnya  dari  Abdullah  bin  Amr  radhiallahu  ‘anhuma  ,  bahwasannya  beliau
berkata  :  ”Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  berkata  kepadaku  :”Bacalah
Al-Qur`an  itu  pada  satu  bulan”.  Kemudian  Abdullah  bin  Amr  berkata
                                                
66 Majalah Al Buhuts Al-Islamiyah no.51. Tahun 1418H hal.140.
67 Lihat pada kitab Al-Adzkar hal. 153.
68 HR. Al-Bukhari no.5054
:”Sesungguhnya  aku  bisa  lebih  kuat  dari  itu.”  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa
sallam bersabda :”Bacalah olehmu pada tiga hari.”69
Diriwayatkan  dari  Imam  Ahmad  bahwasanya  mengkhatam  Al-Qur`an
tidak  mempunyai  batasan  tertentu,  akan  tetapi  disesuaikan  dengan  kerajinan
dan kekuatan. Dikarenakan telah diriwatkan dari Utsman bin Affan radhiallahu
anhu.  Bahwa  beliau  menghatamkan  Al-Qur`an  hanya  dalam  semalam.  Dan
telah diriwayatkan juga hal itu dari beberapa ulama salaf. Ibnu Muflih70 berkata
:”Pendapat  yang  terpilih  menurut  kami  –  Mazhab  Hanabilah  –  sebagaimana
pendapat  yang  terpilih  oleh  An-Nawawi  :  Bahwa  batasan  mengkhatam  Al-Qur`an  berbeda  menuruti  orang  yang  membacanya.  Maka  barangsiapa  yang
memiliki  bakat  kemampuan    untuk  menganalisa  detail  hakikat  dnakandungan
makna,  hendaknya  dia  membatasinya  sesuai  dengan  ukuran  pencapaian
pemahaman  atas  apa  yang  dibacanya.  Begitu  juga  dengan  orang  yang  sibuk
menyebarkan  ilmu,  atau  menyelesaiakan    pertikaian  ditengah-tengah  kaum
muslimin  atau  kesibukan-kesibukan  lainnya  yang  berkenaan  dengan  urusan
agama  dan  kemaslahatan  umum  kaum  muslimin.  Seharusnya  dia  membatasi
sesuai  dengan  ukuran    yang  mana  tidak  menyebabkan  pengabaian  tujuan
sebenarnya  yang  hendak  dia  capai  dan  tidak  juga  meninggalkan
kesempurnaannya.  Adapun  selain  dari  mereka  yang  disebutkan  diatas,maka
hendaknya  dia  memperbanyak  bacaan  yang  memungkinkan  baginya  tanpa
menyebabkan kebosanan  atau membacanya dengan terburu-buru.71
Peringatan  :  Tidak  satupun  riwayat  tentang  adanya  do’a  khusus  yang  dipakai
ketika  menghatamkan  Al-Qur`an.  Adapun  do’a-do’a  yang  tersebar  dikalangan
manusia saat ini, maka hal itu tidak mempunyai dalil atas pensyariatannya, dan
tidak ada pula ada nash secara marfu’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi  wa
sallam  yang dapat dijadikan argumen bagi orang senantiasa berdo’a dengan doa
                                                 
69 HR. Abu Dawud no.1391. Al-Albani berkata : Hadits ini hasan shahih.”
70 Al-Adab Asy- Syar’Iyah (2/282)
71 Al-Adzkar hal.154
tertentu ketika mengkhatamkan Al-Qur`an Al-‘Adzhim. Dan do’a yang masyhur
yang telah tersebar dikalangan manusia saat ini adalah doa mengkhatamkan Al-Qur`an yang disandarkan kepada Syaikh Al-Islam Ibnu Taymiyah rahimahullah
yang  sama  sekali  tidak  benar  penyandaranya  kepada  beliau.  Sedangkan  Syaikh
Abdurrahman  bin  Qasim  rahimahullah  mewasiatkan  agar  tidak  memasukkan
do’a  ini  kedalam  fatwa  beliau,  kaena  keraguan  beliau  terhadap  penisbatan  doa
ini kepada Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah.72  
Masih  dalam  penjelasan  kami  berkaitan  dengan  doa  khatam  Al-Qur`an  ,
kami  akan  tambahkan  sebuah  faedah  yaitu  kesimpulan  yang  telah  dicapai  oleh 
Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid hafizhahullah dalam risalah beliau yang diberi nama
(  Marwiyatu  Du’aa’I  Khatamil  Qur’ani  ).  Beliau  berkata:  “Kesimpulannya:  Bahwa
sesungguhnya  hasih  yang  sarat  dengan  hikmah  pada  dua  tempat  dan  terbagi
pada dua perkara:
1.  Sesungguhnya  berdo’a  bagi  orang  yang  menghatamkan  Al-Qur`an  itu
diluar  shalat,  dan  pengucapan    do’a  ketika  itu,  amalan  yang  didapati
sejumlah  atsar  dari  perbuatan  As-Salaf  Ash-Shaleh  pada  generasi  awal
umat  ini.  Sebagaimana  yang  telah  dikemukakan  didepan  dari  amalan
Anas  radhiallahu  ‘anhu  serta  diikuti  oleh  beberapa  tabi’in,  salah  satu
riwayat  dari  Imam  Ahmad,    Harb,  Abul  Harits  dan  Yusuf  bin  Musa
rahimahumulahu  ajma’in.  Dikarenakan  do’a  khatam  Al-Qur`an  itu
termasuk  bagian  dari  do’a  yang  disyariatkan.  Telah  pula  dikemukakan
pendapat  Ibnu  Al-Qayyim  rahimahullah  tentang  perkara  ini:    “  Tempat
ini  adalah  tempat  pengucapan  doa  yang  paling  tepat  dan  tempat
dikabulkannya”.
2.  Bahwa  do’a  khatam  Al-Qur`an  itu  ketika  dalam  shalat,  baik  ketika
bersama  imam  maupun  ketika  shalat  sendirian  yang  dilakukan  sebelum
ruku’  atau  setelahnya.  Dalam  shalat  tarawih  atau  selainnya.  Akan  tetapi
tidak  diketahui  satupun  hadits  yang  musnad  tentang  perkara  ini  dari
                                                
72 Lihat Al-Ajzaa`u Al-Haditsiyah oleh Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid hafidzahullah hal.239
Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  begitu  pula  dari  para  sahabat  beliau
radhiallahu ‘anhu .73

18.  Disunnahkan  untuk  menghentikan  membaca  Al-Qur`an  ketika  diserang
rasa kantuk.
Dalil  permasalahan  ini  adalah  sabda  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam
dari  hadits  Abi  Hurairah  radhiallahu  ‘anhu:  “Apabila  seseorang  dari  kalian
bangun pada malam hari maka Ista’jamal Qur’an (lisannya tidak akan fasih ketika
membaca  ayat  Al-Qur`an)  dan  ucapannyapun  tidak  akan  baik  serta  pikirannya
masih lemah”.74  
Makna  dari  ista’jamal  Qur’an  adalah  kelu  lidahnya  sehingga  tidak  akan
keluar dari lidahnya itu ungkapan yang baik/fasih. An-Nawawi berkata tentang
ini, “ Sebab perintah untuk menghentikan bacaan Al-Qur`an ketika diserang rasa
kantuk  ini  telah  dijelaskan  oleh  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  pada  hadits
Aisyah  Ummul  Mukminin  radiallahu  ‘anha  dimana  beliau  bersabda:  “Apabila
seseorang  dari  kalian  mengantuk  ketika  shalat,  hendaklah  ia  pergi  untuk  tidur,
dan jika salah seorang dari kalian mengantuk sedangkan dia sedang shalat, bisa
jadi  dia  berkehendak  untuk  beristighfar  (memohon  ampun  kepada  Allah)
namun malah memaki dirinya”.75  
Dan  ini  adalah  merupakan  pengarahan  yang  sangat  lembut  dari  Nabi
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  karena  seseorang  jika  ia  dalam  keadaan
mengantuk,  biasanya  perkataannya  akan  tidak  beraturan.  Sehingga  seseorang
yang  membaca  Al-Qur`an  atau  sedang  shalat  diperintahkan  untuk  menahan
shalat  dan  bacaanya,  agar  supaya  dia  tidak  mendoakan  keburukan  kepada
dirinya  sedangkan  dia  tidak  menyadarinya.  Dan  agar  Al-Qur`an  terjaga  dari
perkataan yang keliru dan ucapan yang asing.
                                                
73 Al-Ajzaau Al-Haditsiah (Marwiyatu Du’aa’I Khatam Al-Qur’an) hal.290 
74 HR. Muslim no.787
75 HR.Muslim no.786
Faedah : Sepatutnya bagi orang yang membaca Al-Qur`an untuk berhenti ketika
dia sudah mulai menguap mengantuk. Karena apabila dia meneruskan bacaanya
dikhawatirkan  akan  keluar  kata-kata  atau  suara  yang  mengganggu  dan
menggelikan.  Untuk  itu  hendaklah  ia  menjaga  dan  mensucikan  Al-Qur`an  dari
hal itu.

19.  Disunahkan  untuk  menyambung  bacaan  Al-Qur`an  dan  tidak  sepotong-sepotong.
Ini  adalah  adab  yang  disunahkan  bagi  orang  yang  membaca  Al-Qur`an
untuk  mengamalkan  adab  ini.  Disaat  dia  telah  memulai  membaca  Al-Qur`an
agar tidak memotongnya kecuali pada perkara-perkara yang mendesak, sebagai
bentuk  adab  kepada  Kalamullah,  untuk  tidak  memotong  bacaan  Al-Qur`an
karena  perkara  duniawiyah.  Oleh  karena  itu  dilarang  memotong  bacaan  Al-Qur`an  hanya  karena  urusan  dunia.  Sungguh  merupakan  perkara  yang
mengherankan  dari  sebagian  orang  yang  menunggu  shalat  di  Masjid  dengan
membaca  Al-Qur`an,  akan  tetapi  dengan  mudah  mereka
memotong/menghentikan  bacaan  mereka  berulang  kali,  hanya  karena  urusan
duniawiyah.  Sungguh  syaithan  tidak  pernah  menginginkan  kebaikan  kepada
kaum Muslimin selama-lamanya. 
Dan  saya  akan  menyertakan  pemaparan  kami  diatas  dengan  atsar  yang
diriwayatkan  oleh  tabi’in  yang  mulia  yaitu  Nafi’,  beliau  berkata:  “Apabila  Ibnu
Umar  radhiallahu  ‘anhuma  sedang  membaca  Al-Qur`an,  maka  ia  tidak  akan
berbicara  sampai  ia  menyelesaikan  bacaannya.  Dan  beliau  membaca  surah  Al-Baqarah  pada  suatu  hari  hingga  berhenti  pada  satu  tempat  dan  berkata,
Tahukah  kamu  kepada  siapa  ayat  ini  diturunkan?”.  Aku  berkata,  “Tidak”.
Kemudian beliau menjelaskan, “Ini diturunkan pada ini dan ini kemudian beliau
meneruskan bacaanya”.76  Itulah kebiasaan Ibnu Umar ra beliau tidak memotong
                                                
76 HR.Al-Bukhari no.4526
bacaan  Al-Qur`annya  kecuali  dengan  tujuan  dan  bermaksud  untuk
menyampaikan ilmu, dimana hal itu merupakan sebuah ibadah pula.

20.  Disunnahkan  untuk  mengucapkan  tasbih  (subhanallah)  ketika  membaca
ayat-ayat  tasbih,  atau  berta’awwuz  (A’udzubillahi  minas  syaithanir  rajiim)
ketika  membaca  ayat-ayat  tentang  azab  dan  memanjatkan  doa  ketika
membaca ayat-ayat rahmat.
Dijelaskan  didalam  hadits  Hudzaifah  disaat    beliau  mengerjakan  shalat
bersama  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  Hudzaifah  berkata:  “  …  -
setelah  beliau  memulai  shalat  dengan  takbir  dan  membaca  iftitah  kemudian
membaca  al-fatihah  -,  lalu  beliau  membaca  surah  Ali  Imran  dan  membacanya
dengan tartil. Ketika beliau membaca ayat-ayat tasbih maka beliaupun bertasbih,
jika  membaca  ayat-ayat  do’a  maka  beliaupun  berdo’a  dan  jika  beliau  membaca
ayat-ayat ta’awwudz beliaupun berta’awwudz … al-hadits”.77  
An-Nawawi  berkata:  “  Bacaan-bacaan  tersebut  merupakan  sunnah  yang
dianjurkan  bagi  orang  yang  membaca  Al-Qur`an  baik  dalam  shalat  maupun
diluar shalat.78 

21. Disunnahkan untuk sujud ketika membaca ayat-ayat as-sajadah.
Dalam  Al-Qur`an  al-Karim  terdapat  sekitar  lima  belas  ayat-ayat  as-sajadah,  disunnahkan  bagi  seseorang  yang  membaca  Al-Qur`an,  apabila  dia
melewati  ayat-ayat  as-sajadah  untuk  sujud  dan  berdzikir  sebagaimana  yang
telah  ditunjukkan  oleh  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  tentang  hal  itu.  Dan
hendaklah dia membaca, “Ya Allah buanglah dariku dosa-dosa, dan tetapkanlah
untukku  pahala  dan  jadikalah  pahala  itu  sebagai  tabungan  disisi-Mu”.  At-                                                
77 HR. Muslim no. 727
78 Syarah Muslim Jilid 2 (2/52)
Tirmidzi  menambahkan  ,  “Dan  terimalah  sujudku  ini  disisi-Mu  sebagaimana
Kau menerimanya dari Daud disisi-Mu”.79 
Atau hendaklah ia mengucapkan: “ Yaa Allah, telah sujud wajahku kepada yang
menciptakannya  dan  yang  menempatkan  pendengaran  dan  penglihatannya
dengan segala daya dan kekuatannya “ 
Atau  mengucapkan:  “Ya  Allah  hanya  kepada-Mu  aku  bersujud  dan  hanya
kepada-Mu  aku  beriman  serta  hanya  kepada-Mu  aku  memohon  keselamatan,
serta  sujud  kepada  Allah  yang  telah  menciptakan  bentuknya,  memberikan
pendengran serta penglihatan, Tabarakallahu ahsanul Khaaliqin”.80 
Akan tetapi hal ini bukan merupakan perkara yang wajib, namun sekedar
sunnah  saja.  Jadi  apabila  dilakukan  maka  akan  mendapat  pahala  dan  tidak
mengapa  jika  meninggalkannya.  Tetapi  tidak  sepantasnya  bagi  orang  yang
beriman  untuk  meninggalkan  dan  lalai  amalan-amalan  ini.  Adapun  dalil  yang
menunjukan  bahwa  hal  itu  hanyalah  sunnah  saja  tidak  sampai  kederajat  wajib
adalah  bacaan  Zaid  bin  Tsabit  radhiallahu  ‘anhu  dihadapan  Rasulullah
Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam  dan  beliau  tidak  sujud  ketika  membaca  ayat-ayat
as-sajadah.  Diriwayatkan  dari  ‘Atha’  bin  Yasar  dari  Zaid  bin  Tsabit  ia  berkata:
Saya membacakan surat An-Najm dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan aku tidak sujud ketika melalui ayat-ayat sajadah”.81 
Dan  begitu  pula  yang  dilakukan  oleh  Umar  bin  Khaththab  radhiallahu
anhu  ketika  beliau  sedang  berkhuthbah  diatas  mimbar  pada  hari  Jum’at  dan
beliau  membaca  surat  an-Nahl  kemudian  beliau  sujud  ketika  membaca  ayat
sajadah.  Pda  jum’at  berikutnya,  dan  ketika  beliau  membaca  An-Nahl,  dan
sewaktu  berada  pada  ayat  as-sajadah,  beliau  berkata:  “Wahai  sekalian  manusia
sesungguhnya kita telah  melewati ayat-ayat sajadah ketika membaca Al-Qur`an,
                                                
79 HR. At-Tirmidzi no. 3424, Ibnu Majah no. 1053 dan lafazh ini adalah lafazh riwayat beliau, Al-Albany
berkata hadits ini hasan pada no.872/1062.
80 HR. Abu Daud no.1414 dan lafazh ini milik beliau dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albany no.1255,
dan diriwayatkan juga oleh Ahmad no.23502, An-Nasaa`i no.1129, dan At-Tirmidzi no.3425.
81 HR. Al-Bukhari no.1037 dan Muslim no.577, Ahmad no.21081, At-Tirmidzi no.576 dan An-Nasaa`i no.960
Abu Daud no.1404.
, barang siapa yang melakukan sujud tilawah maka akan  mendapat pahala dan
bagi yang tidak melakukanya tidak ada dosa baginya”. 
Dan  Nafi’  dari  Ibnu  Umar  radhiallahu  ‘anhu  menambahkan,
Sesungguhnya  Allah  tidak  mewajibkan  kepada  kita  untuk  sujud  at-tilawah
ketika kita membaca ayat-ayat sajadah kecuali jika kita menginginkannya”.82 
Masalah:  Apakah  sujud  at-tilawah  ketika  membaca  Al-Qur`an  itu  diharuskan
padanya  syarat-syarat  sebagaimana  sujud  ketika  shalat  yang  diawali  dengan
takbir  dan  diakhiri  dengan  salam  serta  harus  dengan  bersuci  dan  menghadap
kiblat dan selainya?
Jawab : Sujud tilawah ketika membaca Al-Qur`an tidak ada diharuskan adanya
suatu  permulaan  dan  penutup.  Ini  adalah  Sunnah  yang  telah  makruf  dari  Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan diamalkan oleh seluruh ulama As-Salaf. Dan
telah  menjadi  pernyataan  resmi  pada  imam  yang  populer.  Dengan  demikian
amalan  ini  bukanlah  sebuah  shalat,  sehingga  tidaklah  disyaratkan  pada  amalan
ini  syarat-syarat  shalat.  Bahkan  diperbolehkan  dikerjakan  walau  tanpa
thaharah/bersuci, sebagaimana halnya Ibnu Umar yang melakukan sujud tanpa
mesti  bersuci,  akan  tetapi  dengan  melakukan  syarat-syarat  shalat  jauh  lebih
utama.  Dan  sepatutnya  hal  itu  tidak  terabaikan  kecuali  karena  adanya  udzur.
Inilah pendapat yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah.83
Faedah  Pertama  :  Disunnahkan  untuk  sujud  tilawah  bagi  orang  yang
mendengarkan  bacaan  Al-Qur`an  dengan  baik  dan  tidak  bagi  orang  yang
mendengarnya  sambil  lewat.  Karena  ada  perbedaan  antara  keduanya.  Bahwa
orang yang mendengarkan Al-Qur`an dengan seksama adalah orang yang diam
pada  sesuatu  untuk  mendengarkannya,  sedangkan  yang  satunya  adalah
seseorang  yang  mendengar  bacaan  sambil  berlalu.  Walaupun  diantara  kedua
orang ini sama-sama mendengarkan bacaan Al-Qur`an. Akan tetapi yang kedua
ini  yakni  orang  yang  medengar  sambil  berlalu  hanya  melewati  tempat  dimana
                                                
82 HR. Al-Bukhari no.1077
83 Al-Fatawa no 23/165
ada orang yang sedang membaca Al-Qur`an atau yang lainnya. Kemudian orang
yang membaca Al-Qur`an itu sujud sewaktu membaca ayat as-sajadah, dan pada
keadaan  ini,  disunnahkan  seseorang  yang  menyimak  bacaan  Al-Qur`an  untuk
turut sujud namun tidak bagi yang mendengarnya sambil lalu.. 
Dikarenakan  orang  yang  mendengarkan  dengan  seksama  dihukumi  seperti
membaca Al-Qur`an sedangkan orang yang berlalu tidak. Hal ini lebih jelas lagi
dalam firman Allah ta’ala kepada Musa dan Harun alaihimassalam 
 “ Dan doa kalian berdua telah dikabulkan maka berlaku luruslah “ (Yunus : 89)
Sedangkan  yang  berdoa  hanyalah  Musa,  hanya  saja  ketika  Harun
mengaminkan  doa  Musa,  maka  beliaupun  menempati  hukum  seorang  yang
berdoa dan tercakup dalam ayat diatas.84
Faedah:  Tidak  sepantasnya  hanya  mencukupkan  dengan  dzikir  yang
disunnahkan  dibaca  pada    sujud  tilawah,  bahkan  diwajibkan  utnuk  membaca
dzikir sebagaimana bacaan sujud dalam sahalat. (Subhana Rabbi A’la) Dan inilah
yang  utama.  Kemudian  bagi  orang  yang  sujud  hendaklah  dia  membaca  dzikir
sesuai  yang  dikehendakinya.  Bahkan  sebagian  ulama  mengkategorikan
pembatasan itu termasuk perkara al-muhdats  ( bid’ah ).85

22. Makruh mencium mushaf dan menempelkannya di antara dua mata.
Sungguh  orang  yang  tidak  memiliki  pengetahuan  akan  mengatakan,
Mengapa  dibenci  mencium  mushaf  dan  menempelkannya  diantara  dua  mata,
padahal hal itu dalam rangka mengagungkan dan mensucikan Kalamullah?” 
Maka  kita  jawab  :  Bahwasannya  mencium  mushaf    dan  meletakkannya  di
anta  dua  mata  atau  dalam  rangka  mendekatkan  diri  kepada  Allah.  Sedangkan
cara  mendekatkan  diri  kepada  Allah  terhenti  pada  shahihnya  suatu  dalil  yang
tidak  ada  dalil  lain  yang  bertentangan  dengannya.  Dan  kami  menolak  amalan
mencium  mushhaf  sebagai  bentuk  pengagungan  kepada  Allah  dan  Kalamullah
                                                
84 Lihat Asy-Syarah Al-Mumti’ Oleh Asy-Syaikh Utsaimin 4/131-133.
85 Lihat Tashhih Ad-Du’a oleh Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, hal.293 certakan Daar Al-‘Ashimah, Maktabah Al-‘Arabiyah As-Su’udiyah. Cetakan pertama tahun 1419H.
dan  juga  sebagai  manifestasi  pengagungan  kami  terhadap  Sunnah  Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan telah kita ketahui dari periwayatan yang tidak
diragukan  lagi  bahwa  beliau  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    bersabda:  ”Barang
siapa  yang  membuat  perkara  baru  dalam  agama  yang  tidak  ada  contohnya,
maka  dia  tertolak.”  Maksudnya  perbuatan  tersebut  dikembalikan  kepada
pelakunya. 
Dari  Imam  Ahmad  ketika  ditanya  sejumlah    riwayat  yang  menerangkan
masalah  ini,  beliau  mendiamkannya  Al  Qadhi  berkata  didalam  kitab  Jami’
Al-Kabir mengenai riwayat ini: Bahwa sesunguhnya diamnya Imam Ahmad
terhadap masalah itu, walau terkandung pengkultusan dan pemuliaan, karna
semua  cara  mendekatkan  diri  kepada  Allah  tidak  diperbolehkan  branalogi
didalamnya    dan  tidak  disenangi  perbuatan  tersebut  walaupun  terkandung
pengagungan  kecuali  dengan  mberhenti  pada  dalil.  Tdakkah  anda
memperhatikan  bahwa  Umar  ketika  melihat  Hajar  Aswad  beliau  berkata  :
Tidaklah  engkau  mendatangkan  mudharat  dan  tidak  juga  manfaat,
seandainya  bukan  karena  Rasulullah  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam    telah
menciummu  niscaya  saya  tidak  akan  menciummu.  Demikian  pula  yang
dilakukan Muawiyah ketika thawaf, beliau mencium semua rukunya. Hal ini
lalu  diingkari  oleh  Ibnu  Abbas,  beliau  berkata:  ”Tidak  ada  sesuatupun  pada
rumah  ini  yang  harus  dihormati.”  Beliau  mengatakan  :”Sesungguhnya  ini  –
kembali  kepada  -  Sunnah  Nabi  Shallallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  Maka  beliau
mengingkari tambahan atas perbuatan yang telah dilakukan Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam”.86 
Ketika  Ibnu  Musayyab  melihat  sesorang  memanjangkan  ruku`nya  dan
sujud    setelah  shalat  fajar,  maka  beliau  melarangnya,  lalu  orang  tersebut
mengatakan  :”Wahai  Abu  Muhammad,  apakah  Allah  akan  mengadzabku
                                                
86 Al-Adab Asy-Syar’iyah oleh Ibnu Muflih.
karena  mengerjakan  shalat?”  Dia  menjawab  :”Tidak,  akan  tetapi  adzab  itu
karena menyelisihi sunnah.” 87
Al-Lajnah Ad-Daimah berfatwa : “Kami tidak mengetahui adanya dalil yang
mensyariatkan  utnuk  mencium  Al-Quran,  adapun  Al-Quran  itu  diturunkan
untuk dibaca, dipelajari, dan beramal dengannya.”88

23. Makruh menaggantungkan ayat-ayat di dinding dan selainnya.
Telah tersebar dibanyak rumah-rumah sebagian orang menggantung atau
menggambar  surat-surat  atau  ayat-ayat  Al-Quran,  baik  di  dinding  maupun
di  ruangan  serta  di  lorong-lorong  rumah.  Diantara  mereka  ada  yang
menggantungnya  dalam  rangka  mencari  berkah,  dan  ada  yang  hanya
sekedar  menjadikannya  sebagi  hiasan.  Dan  sebagian  mereka  memperindah
tempat  perdagangan  mereka  dengan  ayat-ayat  yang  bersesuaian  dengan
perdagangan. Diantara mereka juga ada yang menggantungkan ayat-ayat Al-Qur`an  itu  pada  kendaraan  mereka  baik  dalam  rangka  untuk  digunakan
sebagai  penangkal  ataupun  dalam  rangka  mencari  berkah  dan  sebagian
mereka  juga  menggantungkan  ayat-ayat  Al-Qur`an  pada  kendaraannya
dalam rangka untuk mengingat dan menghafal. 
Al-Lajnah  Ad-Daa`imah    telah  menyatakan  sebuah  fatwa  yang  sangat
panjang  tentang  perkara  ini,  intinya  mereka  menyatakan  terlarang  untuk
menggantungkan  ayat-ayat  Al-Qur`an  pada  dinding  atau  tembok  atau  pada
tempat-tempat  perdagangan  dan  lain-lainnya.  Kesimpulan  yang  dapat
diambil dari fatwa yang panjang itu adalah sebagi berikut :
1.  Bahwasannya  menggantungkan  ayat-ayat  Al-Qur`an  pada  dinding  atau
selainnya  merupakan  bentuk  penyimpangan  dari  fungsi  diturunkannya
Al-Qur`an  sebagai  petunjuk,  nasihat  yang  baik,  serta  menjaga  dengan
membacanya.
                                                
87 At-Tamhid oleh Ibnu Abdil Barr. (20/104) Cetakan Daar Ath-Thayyibah.
88 Al-Fatawa no. 8852 juz 3 hal 122.
2.  Bahwasannya  hal  itu  merupakan  penyelisihan  terhadap  Sunnah  Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah Khulafa Ar-Rasyidin.
3.  Dan  larangan  ini  dalam  rangka  mencegah  pelakunya  dari  perbuatan
syirik dan menjadikan sebagai wasilah kesyirikan berupa penangkal dan
jimat walaupun hal itu diambil dari al Quran.
4.  Bahwasannya  al  Quran  diturunkan  untuk  dibaca  dan  bukan  untuk  di
ambil sebagai pencari keuntungan dalam perdagangan.
5.  Sesungguhnya  dalam  perbuatan  ini  akan  menempatkan  ayat-ayat  Allah
sebagai  penguji  dan  merusaknya  disaat  memindahkanny  dari  satu
tempat ketempat lainnya dan lain sebagainya..
Kemudian Al-Lajnah Ad-Daa`imah berfatwa :”Secara umum, hendaklah kita
menutup pintu-pintu keburukan dan mengikuti para Imam  yang telah diberi
petunjuk dari generasi pertama yang mana mereka menyaksikan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan dan menyelamatkan aqidah kaum
muslimin, dan menyelamatkan seluruh hukum agama mereka dari perbuatan
bid’ah yang tidak diketahui akhir keburukanya .89
                                                
89 Al-Fatawa no.2078 (4/30-33). Dan kami menasehatkan untuk amembaca fatwa ini karena didalamnya
terdapat banyak faedah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar