Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Minggu, 04 September 2011

Jihad & Terorisme


Kata terorisme ternyata memiliki makna yang banyak. Kata ini teringkas dalam empat makna :

1. Ghuluw (tindakan melampaui batas). Syaikhul Islam mendefinisikan ghuluw dengan tindakan yang melampaui batas dalam memuji, mencela dan sebagainya.

2. Al Baghyu (pemberontakan). Ibnu Abidin dalam hasyiyahnya mendefinisikannya dengan suatu kaum yang memiliki kekuatan, melakukan konsolidasi dan berusaha mengkudeta pemerintah dengan persepsi bahwa mereka diatas kebenaran serta mengklaim memiliki wilayah kekuasaan.


3. Khawarij. An-Nawawi dalam raudhatuth-thalibin mendefinisikannya dengan suatu kelompok ahlul bidah yang berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar kafir dan kekal di neraka. Dengannya mereka mencela pemerintah, tidak mau shalat jumat dan berjamaah bersama mereka.

4. Al Hirabah (tindakan anarkis). Ibnu Abdil Barr dalam Al Kafi mendefinisikannya dengan setiap orang yang melakukan kejahatan perampokan, teror dan bertindak anarkis di muka bumi dengan cara mengambil harta, menumpahkan darah dan melanggar apa-apa yang diharamkan Allah untuk dilanggar.

Pada seminar Rabithah Alam Islami yang diselengarakan di Makkah atas prakarsa raja Fahd bin Abdul Aziz, tercetus bayan Makkah yang mendefinisikan terorisme dengan perbuatan teror yang dilakukan oleh individu atau kelompok atau negara secara zhalim kepada manusia, pada agamanya, darahnya, akalnya, hartanya dan kehormatannya.

Tercakup di dalamnya berbagai bentuk teror, gangguan, ancaman dan pembunuhan tanpa hak serta berbagai tindakan anarkis lainnya dengan tujuan menebar ketakutan di tengah manusia dan ancaman terhadap kehidupan atau keamanan.

Semua ini masuk di dalam perbuatan merusak di muka bumi yang dilarang oleh Allah di dalam firman-Nya :

{وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ}

Artinya : Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Allah telah memberikan balasan yang keras terhadap aksi terorisme dan tindakan anarkis dan menggolongkan tindakan tersebut sebagai perang terhadap Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman :

{إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ}

Artinya : Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya) . Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.

Hasil seminar menegaskan diantara contoh teror negara adalah yang dilakukan oleh kaum yahudi terhadap Palestina dan Serbia terhadap Bosnia, Herzegovina dan Kosovo. Ini adalah teror yang paling berbahaya terhadap keamanan dan kedamaian dunia. Perlawanan terhadap tindakan teror ini termasuk upaya membela diri dan jihad di jalan Allah.


Syubhat dan Bantahannya


Sebagian orang barat dan orang-orang yang terpengaruh dengan budaya barat mengidentikkan Islam dengan kekerasan dan anarkisme, menyebar dengan pedang dan menggunakan cara-cara paksaan untuk masuk Islam. Mereka berusaha memaksakan jihad ke dalam jenis aksi teror.
Sementara kaum ekstrimis khawarij, orang-orang yang keras lagi bodoh, melabeli aksi teror mereka dengan jihad.

Bantahan 1

Musuh-musuh Islam dengan media mereka terus berbuat makar untuk dengan memberikan kesan buruk pada citra Islam untuk menjauhkan manusia darinya.
Mereka kesankan orang berjenggot dan berjubah sebagai teroris. Wanita bercadar atau berhijab sebagai teroris.

Padahal Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang panjang dan lebat jenggotnya dan memerintahkan umatnya untuk memeliharanya. Beliau bersabda :

((أَعْفُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ))

Artinya : Peliharalah jenggot dan cukurlah kumis kalian.
Para shahabat wanita di zaman beliau menggunakan hijab untuk menutupi aurat-aurat mereka. Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :

((الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ))

Artinya : Wanita itu adalah aurat, jika dia keluar rumah, setan menghias-hiasnya. Shahihah.
Allah berfirman :

{يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا}

Artinya : Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.

Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata : Allah memerintahkan kepada istri-istri orang-orang yang beriman, jika mereka keluar dari rumah-rumah mereka untuk suatu keperluan, hendaknya menutupi wajah-wajah mereka dengan jilbab-jilbab mereka yang pakai mulai dari atas kepala-kepala mereka. Ibnu Katsir.

Saya mengingatkan kepada kaum muslimin secara keseluruhan, untuk tidak ikut mereka dalam andil mempreteli syariat Islam yang mulia dan tinggi ini secara sadar atau tidak, dengan sengaja atau tidak.
Sadarlah bahwa Allah telah mengabarkan kepada kita :

{وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ}

Artinya : Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.

Dan Allah berfirman :

{وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا}

Artinya : Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.


Bantahan 2

Sementara kaum khawarij yang bodoh itu sebagaimana yang telah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam sabdakan, telah membuat citra buruk juga terhadap Islam. Tidak jauh dari kemungkinan bahwa mereka dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam dalam upaya mereka untuk mencoreng citra Islam juga.
Bukankah kebodohan yang telah membuat bangsa kita dijajah oleh Belanda, penjajah kafir selama 350 tahun ?

Oleh sebab itu marilah kita bekali diri-diri kita dengan ilmu, khususnya ilmu agama yang akan menyelamatkan kita dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda :

((مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ))
Artinya : Barangsiapa menempuh suatu jalan, dia menuntut ilmu agama padanya, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.

Islam Adalah Rahmat Bagi Alam


Sesungguhnya Islam tegak diatas dakwah dengan cara yang bijak, nasehat yang baik, mengajak dan menyeru kepada kedamaian, sebab kata Islam itu berasal dari kata As-Salam yang berarti kedamaian dan keselamatan.

{وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِين}

Artinya : Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Barangsiapa yang memperhatikan nash-nash Al Qur’an dan As-Sunnah, akan tahu bahwa Islam datang dengan penuh hikmah, kasih sayang, perbaikan dan bukan kerusakan. Allah berfirman :

{لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ}

Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.

{وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ}

Artinya : Dan jikalau Rabbmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?
Adalah Nabi shallallahu alaihi wasallam, jika mengirim pasukan, beliau berpesan:

((اخْرُجُوا بِاسْمِ اللَّهِ تُقَاتِلُونَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ لاَ تَغْدِرُوا وَلاَ تُمَثِّلُوا وَلاَ تَغُلُّوا وَلاَ تَقْتُلُوا الْوِلْدَانَ وَلاَ أَصْحَابَ الصَّوَامِع))

Artinya : Berangkatlah kalian dengan menyebut nama Allah, berperanglah di jalan Allah orang-orang yang kufur kepada Allah. Janganlah berkhianat, janganlah bertindak keji, janganlah mencuri harta rampasan sebelum dibagi, janganlah membunuh anak-anak dan para rahib.
Berikutnya akan dijelaskan tentang jihad serta tinjauan syariatnya.

Definisi


Jihad secara bahasa adalah masyaqqah.
Menurut syariat adalah mencurahkan segenap kemampuan untuk mendapatkan kecintaan Allah dan menolak apa-apa yang dibenci-Nya. (majmu’ fatawa 10/191).
Tujuan


Meninggikan kalimatullah di muka bumi. Tidak ada sama sekali tujuan untuk meraih materi semata. Jihad bertujuan untuk memelihara kehormatan jiwa, harta dan kehormatan.
Jihad di dalam Islam disyariatkan untuk menyebarkan Islam, membela kebenaran, menolak kezhaliman, menetapkan keadilan, kedamaian dan keamanan dan merealisasikan tujuan diutusnya Muhammad shallallahu alaihi wasallam sebagai rahmat bagi seluruh alam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dan mengeluarkan mereka dari peribadahan kepada hamba kepada peribadahan kepada Allah semata.
Dalil


Terdapat banyak dalil dari Al Quran, As-Sunnah dan Ijma’ yang memerintahkan, menganjurkan dan memotivasi seseorang untuk berjihad.
Motivasi


Jihad adalah puncak tertinggi agama Islam dan kedudukan orang-orang yang berjihad sangat tinggi di dunia dan akhirat. Adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam orang yang telah menjalani jihad dengan berbagai macamnya. Beliau berjihad di jalan Allah dengan hati, lisan, dan tangannya. Oleh sebab itu beliau adalah manusia yang paling banyak di puji dan yang paling agung kedudukannya di sisi Allah.
Tingkatan jihad


Pertama : Jihadun-nafs. (Jihad melawan hawa nafsu)

Caranya :
1. Menggembleng dan menempa diri untuk belajar agama dan petunjuk yang benar, dimana tidak ada kebahagiaan di dunia dan akhirat melainkan dengannya.
2. Bersungguh-sungguh dalam mengamalkan ilmu agama yang telah dipelajarinya. Ilmu tanpa amal adalah ilmu yang tidak bermanfaat.
3. Bersungguh-sungguh dalam mendakwahkannya, menyampaikannya kepada orang yang belum tahu.
4. Berusaha semaksimal mungkin untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan dakwah dan berbagai rintangan.

Kedua : Jihad melawan setan.

Caranya :
1. Bersungguh-sungguh untuk melawan syubhat dan keraguan yang dilemparkan setan dengan senjata ilmu dan keyakinan.
2. Bersungguh dalam melawan syahwat yang dihembuskan setan dengan senjata kesabaran.
Dengan keyakinan dan kesabaran seseorang akan meraih kepemimpinan dalam agama. Allah berfirman :
{وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآَيَاتِنَا يُوقِنُونَ}
Artinya : Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.

Ketiga : Jihad melawan tokoh bidah, kezhaliman dan kemunkaran :

Caranya :
Dengan kekuatan jika mampu. Jika tidak, maka dengan lisan. Dan jika tidak mampu maka dengan hati.

Keempat : Jihad melawan kaum kuffar dan orang-orang munafik.

Caranya :
Dengan hati, lisan, harta dan jiwa.

Hukum jihad melawan orang-orang kafir.


Hukumnya adalah fardhu kifayah dengan bekal ilmu dan kemampuan, jika ada yang melaksanakannya maka gugurlah kewajiban atas yang lain. Dan jika tidak ada yang melaksanakannya maka berdosalah seluruhnya.

Hukum jihad berubah menjadi fardhu ain dalam tiga keadaan :

1. Apabila dua pasukan saling berhadapan, berdasarkan firman Allah :

{ وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِير}.

Artinya : Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.

2. Jika musuh telah memasuki daerah muslimin dan mengepungnya.

3. Jika kepala negara memerintahkan rakyatnya secara umum atau sekelompok pasukan tertentu, berdasarkan perintah Allah :

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ}

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu.
Dan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

((وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا))

Artinya : Dan jika kalian diperintahkan untuk berangkat berperang (oleh kepala negara) maka berangkatlah.

Dengan demikian diketahui bahwa jihad terbagi menjadi dua :

1. Jihad thalab atau hujum atau offensif
Syaratnya :
- Dipimpin oleh kepala negara,
- Memiliki kekuatan,
- Memiliki wilayah.

2. Jihad difa’ atau deffensif, hukumnya adalah wajib bagi setiap individu.

Tentang Bom Bunuh Diri


Syaikh Shalih Al Fauzan hafizhahullah berkata : Bom bunuh diri bukanlah amalan untuk memperoleh gelar syahid, sebab seorang bomber pasti membunuh dirinya sendiri. Barangsiapa yang bunuh diri, maka dia terancam dengan api neraka sebagaimana tersebut dalam banyak hadits shahih.
Dalam firman Allah :

{وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتًا}

Artinya : Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati.
Allah tidak mengatakan : “orang-orang yang membunuh diri-diri mereka”, tetapi “terbunuh di jalan Allah”. Orang-orang yang terbunuhlah di jalan Allah-lah yang akan mendapatkan pahala syahid. Sementara orang yang bunuh diri pasti berdosa. SANGAT BERBEDA ANTARA DUA KEADAAN INI.

Jenis orang-orang kafir


Pertama : Kafir Muahhad.

Mu’âhadûn adalah orang-orang kafir yang memiliki perjanjian dengan negara Islam. Artinya antara negara mereka dengan negara Islam terdapat ikatan hubungan bilateral. Kemudian mereka masuk ke dalam negara Islam dengan hubungan tersebut.

Dalam kamus Mu’jam Al-Wasîth hal 234 disebutkan :
“Al-Mu’âhadah adalah perjanjian antara dua pihak atau dua kelompok. Dalam kanun internasional berarti kesepakatan antara dua negara atau lebih untuk mengatur kepentingan di antara dua belah pihak”. Selesai.

Mu’âhad adalah seseorang yang masuk dari negara yang terikat perjanjian ke dalam negara yang memberikan janji. Sehingga seorang -dari salah satu dari dua negara tersebut- yang masuk ke negara lainnya, dianggap telah masuk dengan sebuah ikatan perjanjian –menurut syarat-syarat yang disepakati antara keduanya-.

Tidak boleh bagi siapapun dari (warga) negara yang dikunjungi menimpakan gangguan kepadanya selama dia menjalankan syarat-syarat yang menjadi kesepakatan antara dua negara tersebut. Seperti seseorang yang masuk ke dalam negara yang dituju dengan menggunakan paspor sesuai aturan-aturan dan adat istiadat hubungan antar negara.
Terdapat dalam hadits yang shahih :

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدُا، لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ أَرْبَعِيْنَ عَامًا

“Barangsiapa membunuh seorang mu’âhad, dia tidak akan mencium wanginya sorga. Sesungguhnya wanginya dapat tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” Periksa shahih jami’ ash shaghir wa ziyadatih no 6333 karya Al-Albani. Beliau menyebutkan bahwa hadits tersebut riwayat Ahmad, Al-Bukhâri dan An-Nasâ`i.

Dalam hadits lainnya no 6334 :

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهَدَةً بِغَيْرِ حِلِّهَا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ أَنْ يَشُمَّ رِيْحَهَا

“Barangsiapa membunuh jiwa mu’âhad tanpa ada alasan yang membolehkannya, maka Allah haramkan dia untuk mencium wanginya surga.” Al-Albani menyebutkan bahwa hadits ini riwayat Ahmad dan An-Nasâ`i seraya berkata : “shahih”.

Sesungguhnya ancaman Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam bagi pembunuh kafir mu’âhad tanpa alasan yang dibenarkan, menunjukkan terjaganya darahnya dan terhormatnya perjanjian yang dia jalani. Membunuhnya adalah pengkhianatan terhadap pemerintah yang telah membuat perjanjian tersebut.
Dalam hadits :

الْمُسْلِمُونَ تَتَكَافَأُ دِمَاؤُهُمْ يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَيُجِيرُ عَلَيْهِمْ أَقْصَاهُمْ وَهُمْ يَدٌ عَلَى مَنْ سِوَاهُمْ يَرُدُّ مُشِدُّهُمْ عَلَى مُضْعِفِهِمْ وَمُسْرِعُهُمْ عَلَى قَاعِدِهِمْ لَا يُقْتَلُ مُؤْمِنٌ بِكَافِرٍ وَلَا ذُو عَهْدٍ فِي عَهْدِهِ

"Darah kaum muslimin itu sederajat, yang terbawah mereka berusaha menjaga dzimmah (perjanjian) mereka dan yang teratas mereka memberi perlindungan. Mereka sama dalam memberikan suaka kepada selain mereka. Yang kuat membantu yang lemah, yang cepat menggandeng yang lambat. Tidak boleh seorang mukmin dibunuh karena membunuh orang kafir. Dan tidak boleh kafir mu’âhad dibunuh dalam masa perjanjian.” Periksa Shahîhul Jâmi’ karya Al-Albani no 6588. Beliau menyebutkannya dengan riwayat Abu Dâud dan Ibnu Mâjah dari Ibnu ‘Amr, seraya berkata : “Hasan”.

Hadits-hadits ini adalah dalil tegas yang melarang pembunuhan kafir mu’âhad.

Kedua : Kafir Musta’min.

Demikian pula terhadap kafir musta’min, mereka terlarang untuk diperangi. Sebab, ketika seorang muslim, baik pria maupun wanita, merdeka maupun budak, memberikan jaminan keamanan kepadanya, maka haram dibunuh. Berdasarkan sabda Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam :

يَسْعَى بِذِمَّتِهِمْ أَدْنَاهُمْ وَيُجِيرُ عَلَيْهِمْ أَقْصَاهُمْ

“Yang terbawah mereka berusaha menjaga dzimmah (perjanjian) mereka dan yang teratas mereka memberi perlindungan.”

Telah shahih, bahwa Ummu Hâni` pernah menghadap Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam di hari fathu makkah seraya mengadu bahwa beliau telah memberikan jaminan keamanan kepada ipar-iparnya, sementara saudaranya, ‘Ali bin Abi Thalib ingin membunuh mereka. Maka Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

قَدْ أَجَرْنَا مَنْ أَجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِئٍ

“Sungguh, kami telah memberikan perlindungan kepada orang yang engkau lindungi wahai Ummu Hâni`.”
Barangsiapa (dari orang kafir) yang dilindungi dan dijamin keamanannya oleh salah seorang muslim, maka wajib atas seluruh muslimin untuk memberikan keamanan kepadanya dan tidak seorangpun yang boleh membunuhnya atau mengambil hartanya. (Kalau demikian) maka bagaimana jika pelindung dan penjamin keamanannya adalah pemerintah, pemegang baiat (mandat) yang Allah telah mewajibkan untuk mentaatinya dalam firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kalian.” [An-Nisâ` : 59]

Maka taat kepada pemerintah adalah wajib, kecuali dalam bermaksiat kepada Allah berdasarkan sabda Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam :

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bemaksiat kepada (Allah) Al-Khâlik (Yang Maha Mencipta).” [Shohîh Al-Jâmi’ Ash-Shoghîr wa Ziyâdatihu no. 7520]

(Maka) barangsiapa yang mengkhianati pemerintahnya dengan membunuh orang yang dijamin keamanannya, maka dia telah melakukan suatu perkara yang besar dan kejahatan yang dahsyat. Bagaimana pula jikalau perbuatan tersebut disertai dengan pengkhianatan, teror, penumpahan darah, pencabutan nyawa dan pemusnahan harta benda….. dan sebagainya seperti mengkafirkan kaum muslimin serta mencoba mengkudeta pemerintah tanpa hak??!

(Maka) barangsiapa yang melakukan perbuatan tersebut, dia adalah seorang teroris yang berpaham khawarij lagi zhalim serta sewenang-wenang. Wajib bagi pemerintah untuk menumpasnya, berdasarkan sabda Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam :

فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِيْ قَتْلِهُمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Di manapun kalian dapati mereka, maka binasakan mereka. Sesungguhnya orang yang memerangi mereka mendapatkan pahala di hari kiamat.”

Berkata (Ibnu Qudamah) dalam Al-Mughni pada Masâ`il Al-Khiraqi no 1674 dalam kitabul jihad jilid 13 hal 152 dan seterusnya tahqiq At-Turki dan Al-Hulu :
“Permasalahan : Berkata : Barangsiapa memasuki daerah musuh dengan aman, tidak dibenarkan untuk berkhianat terhadap harta mereka…

Berkhianat terhadap mereka adalah haram, sebab mereka telah memberikan keamanan kepadanya sebagai syarat agar dia tidak berkhianat dan terjaganya keamanan mereka darinya. Walaupun yang demikian ini tidak tertulis namun maknanya difahami.

Oleh karena itu, barangsiapa di antara mereka yang mendatangi kita dengan jaminan keamanan, kemudian mengkhianati kita, berarti dia telah membatalkan perjanjian. Apabila hal ini terbukti, maka tidak dibenarkan pengkhianatan mereka tersebut, karena termasuk pelanggaran terhadap perjanjian. Dan agama kita tidak membenarkan pengkhianatan. Nabi shollallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُرُوْطِهِمْ
“Kaum muslimin sesuai dengan syarat-syarat yang mereka sepakati.”

Kemudian Ibnu Qudamah berkata pada halaman 158 :
“Pasal : Apabila dikhawatirkan orang-orang kafir itu merusak perjanjian, maka pembatalan perjanjian terhadap mereka dibolehkan, berdasarkan firman Allah Ta’âlâ :

“Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang sama..” [Al-Anfâl : 58]
Yakni beritahukan pembatalan perjanjian tersebut kepada mereka, sehingga kalian dan mereka sama-sama mengetahuinya.

Kekhawatiran tersebut tidak cukup dengan dugaan dalam hati saja, bahkan harus ada bukti yang menunjukkan kepada hal-hal yang dikhawatirkan. Dan tidak boleh memulai memerangi dan bersikap terhadap mereka, sebelum adanya pemberitahuan tentang pembatalan perjanjian tersebut berdasarkan ayat di atas. Sebab, keamanan mereka terjaga dengan perjanjian, maka tidak boleh memerangi mereka dan merampas hartanya”.

Kemudian Ibnu Qudamah rahimahullâh berkata pada halaman 159 :
“Apabila (kepala negara) mengadakan perjanjian gencatan senjata, maka dia berkewajiban untuk menjaga mereka dari kaum muslimin dan ahludz dzimmah (orang-orang kafir dalam negara yang mendapat jaminan pemerintah). Sebab dia telah menjamin keamanan mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya, sebagaimana dia menjaga keamanan orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya dari mereka.

Barangsiapa dari kaum muslimin dan ahludz dzimmah yang melakukan tindakan anarkis, maka pelakunya harus bertanggungjawab (atas kerusakan tersebut).
Dan tidak ada keharusan bagi kepala negara untuk melindungi mereka dari pihak lain dari musuh. Tidak ada perlindungan kepada sebagian mereka dari sebagian lainnya, sebab perjanjian gencatan senjata hanya sekedar komitmen menahan diri dari mereka.” Selesai.

Ketiga : Kafir Dzimmi.
Mereka adalah orang-orang kafir yang tinggal di negeri kaum muslimin, berdampingan dengan kaum muslimin. Mereka haram diperangi.

Keempat : Kafir harbi.
Adalah orang-orang kafir yang memusuhi/memerangi Islam dan muslimin. Mereka inilah yang diperangi.
Dengan demikian tampaklah kesesatan para teroris khawarij yang memakai istilah jihad untuk melancarkan tindakan anarkis mereka.



Penulis: Abu Abdillah Muhammad Yahya
Depok, 7 Ramadhan 1430 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar