Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Jumat, 02 September 2011

Derajat Hadits Menuntut Ilmu Sampai ke Negeri Cina

Penulis: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah Gowa 
--------------------------------------------------------------------------------
Hadits dho’if (lemah), apalagi palsu, tidak boleh dijadikan dalil, dan hujjah dalam menetapkan suatu aqidah, dan hukum syar’i di dalam Islam. Demikian pula, tidak boleh diyakini hadits tersebut sebagai sabda Nabi -Shallallahu 'alaihi wasallam-

Diantara hadits-hadits dho’if ‘lemah’, hadits yang masyhur digunakan oleh para khatib,
dan da’ii dalam mendorong manusia untuk menuntut ilmu dimana pun tempatnya, sekalipun jauhnya sampai ke negeri Tirai Bambu, Cina. Namun sayangnya para khatib, dan da’i kita kurang kepeduliaannya dalam mengetahui derajat hadits ini. Akhirnya, berdusta atas nama Nabi -Shallallahu 'alaihi wasallam-.

Hadits ini diriwayatkan oleh Anas bin Malik -radhiyallahu 'anhu- dari Nabi -Shallallahu 'alaihi wasallam-, beliau bersabda,
اطلبوا العلم ولو بالصين
“Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina”. [HR. Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan (2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol (241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami’ (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari jalur Al-Hasan bin ‘Athiyah, ia berkata, Abu ‘Atikah Thorif bin Sulaiman telah menceritakan kami dari Anas secara marfu’]

Ini adalah hadits dhaif jiddan (lemah sekali), bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai hadits batil, tidak ada asalnya. Ibnul Jauziy –rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhu’at (1/215) berkata, ‘’Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya’’. Oleh karena ini, Syaikh Al-Albaniy –rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416).

As-Suyuthiy dalam Al-La’ali’ Al-Mashnu’ah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits ini, barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut sama nasibnya dengan hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama, terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Ya’qub bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Al-Juwaibariy. Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan diyakini sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.


Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 01 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar