Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Jumat, 08 Juli 2011

Shalat Istisqa'


Istisqa’ ialah meminta hujan kepada Allah Ta’ala pada musim paceklik. Para ulama telah sepakat bahwa istisqa’ adalah sunnah yang telah ditetapkan oleh Rasulullah ShallallaHu ‘alaiHi wa sallam.

Hukum Shalat Istisqa’

Jika manusia mengalami musim paceklik, bumi kekeringan dan hujan tidak kunjung turun, maka dianjurkan menurut jumhur ulama agar imam keluar ke tempat shalat (yakni tanah lapang) bersama masyarakat serta shalat dua raka’at untuk meminta hujan. Sehingga demikian hukum shalat istisqa’ adalah mustahab atau dianjurkan.

Diriwayatkan dari ‘Abbad bin Tamim radhiyallaHu ‘anHu, dari pamannya, ‘Abdullah bin Zaid, dia berkata, “Nabi keluar menuju tanah lapang untuk meminta hujan. Beliau menghadap kiblat lalu shalat dua raka’at dan membalik syalnya. Sufyan berkata, ‘Aku diberitahu al Mas’udi dari Abu Bakar, dia berkata, ‘Beliau menjadikan bagian kanan dri syal tersebut di atas bagian kiri’” (HR. al Bukhari no. 1027, ini lafazhnya, Muslim no. 894, Abu Dawud no. 1149, at Tirmidzi no. 553 dan an Nasai II/155)

Sunnah-sunnah Istisqa’

(1) Orang-orang keluar bersama imam ke tempat shalat dengan memakai pakaian sehari-hari (pakaian kerja), tawadhu’ dan merendahkan diri berdasarkan riwayat Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu (lihat pula al Irwa’ no. 665 oleh Syaikh al Albani)

(2) Imam dapat berkhutbah dihadapan mereka (masyarakat) sebelum atau setelah shalat, dan ini adalah pendapat asy Syaukani dan selainnya berdasarkan nash atau dalil yang sah.

(3) Imam hendaklah memperbanyak doa dan permohonan dalam keadaan berdiri sambil menghadap kiblat dengan mengangkat tinggi-tinggi kedua tangannya, dengan menjadikan punggung kedua telapak tangannya menghadap ke langit. Sementara itu makmum juga mengangkat kedua tangan mereka. Dan hendaklah imam membalikkan selendangnya.

Dari Anas bin Malik radhiyallaHu ‘anHu, ia berkata, “Nabi tidak pernah mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali pada saat beliau meminta hujan. Beliau mengangkatnya hingga kelihatan putih ketiak beliau” (HR. al Bukhari no. 1023 dan Muslim no. 895)

(4) Salah satu doa yang ma’tsur pada saat istisqa’ adalah yang diriwayatkan Jabir radhiyallaHu ‘anHu,

“AllaHummas qinaa ghaytsan mughiitsan marii-an naafi’an ghayra dharrin ‘aajilan ghayra aajil” yang artinya “Ya Allah turunkanlah kepada kami hujan yang lebat, yang menyenangkan, yang bermanfaat tidak merusak, yang disegerakan tidak ditunda” (HR. Ahmad IV/41, Abu Dawud no. 1164, al Baihaqi III/351, dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam al Irwa’ III/142)

(5) Imam mengerjakan shalat dua raka’at bersama mereka seperti shalat ‘Ied dan mengeraskan bacaan. Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallaHu ‘anHu, “Beliau mengerjakan sebagaimana beliau mengerjakan shalat ‘Ied” (HR. Abu Dawud no. 1165, at Tirmidzi no. 555 dan an Nasai I/226, dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam al Irwa’ no. 665)

Jika hujan turun maka kaum muslimin dapat berdoa agar hujan yang turun tersebut dapat memberikan manfaat yang besar. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallaHu ‘anHa bahwa Nabi ShallallaHu ‘alayHi wa sallam ketika melihat hujan beliau berdoa,

“AllaHumma shayyiban naafi’an” yang artinya “Yaa Allah, turunkanlah hujan yang bermanfaat” (HR. al Bukhari no. 1032 dan Ibnu Majah no. 3889)

Maraji’:

Panduan Fiqih Lengkap Jilid 1, Syaikh ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al Khalafi, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Jumadil Akhirah 1426 H/Juli 2005 M.

Shahih Fiqih Sunnah Jilid 2, Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Pustaka at Tazkia, Jakarta, Cetakan Pertama Rajab 1427 H/Agustus 2006 M.

Semoga Bermanfaat.

1 komentar: