Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Kamis, 14 Juli 2011

Ikutilah Jalannya Para Shahabat Dan Nasehat Syaikh al-’Utsaimin kepada para pengikut manhaj salafush shalih




Mengapa para shahabat?

Allåh berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ

Kalian adalah umat yang terbaik… (Al-Imraan: 110)

Dijelaskan maknanya oleh Ibnu Abbas, Mujahid, ‘Athiyyah, ‘Ikrimah, ‘Athå dan ar-Rabiy bin Anas:
“Yaitu sebaik-baik manusia bagi manusia lainnya.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Sedangkan Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي
“Sebaik-baik manusia adalah yang hidup pada masaku (yakni para shahabat)…” (HR. Bukhariy)
Jelaslah bahwa para shåhabat merupakan sebaik-baik manusia dan umat terbaik.

Berkata Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaliy:
Jika ditanya :
Ini umum pada umat Islam seluruhnya tidak khusus untuk generasi sahabat saja.


Aku jawab :
Bahwa merekalah orang yang pertama yang menjadi obyek (dalam ayat ini)….

Dan seandainya konteksnya umum -inipun benar- maka para sahabat adalah yang pertama masuk dalam keumuman konteks ayat, karena mereka orang pertama yang menerima dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa perantara (langsung) sedang mereka adalah orang-orang yang langsung berkenaan dengan wahyu, sehingga mereka lebih pantas dimasukkan dalam konteks ayat daripada selainnya karena sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan sebagai sifat mereka tidak memiliki sifat -sifat tersebut dengan sempurna kecuali mereka. Dan kesesuaian sifat terhadap kondisi yang nyata merupakan bukti bahwa mereka lebih pantas dari selainnya untuk dipuji…

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied Al-Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid Syamhudi]

Mengikuti jalannya para shahabat dalam cara beragama

Selanjutnya Allåh berfirman dalam ayat yang sama:

وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka… (Ali ‘Imran: 110)
Tentu iman yang dimaksud adalah iman-nya umat terbaik.

Karena firmanNya
(خَيْرَ أُمَّةٍ )
“sebaik-baik umat”;

Dan juga sabda Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam:
(خَيْرُ النَّاسِ)
“sebaik-baik manusia”

DALAM SEGALA HAL; yang mencakup didalamnya tentang ‘aqidahnya (imannya), manhajnya, akhlaqnya, dakwahnya dan lain-lainnya. Oleh karena itu, mereka dikatakan sebaik-baik manusia
(As-Sunnah libni Abi ‘Ashim, takhrij Syaikh al-Albany)

Maka dapat dikatakan makna ayat ini; sekiranya ahli kitab itu beriman (seperti imannya umat terbaik) tentulah itu lebih baik bagi mereka.

Bukankah Allåh menjelaskan ‘keimanan’ ahli kitab dalam ayatnya yang lain:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)” (an-Nisa: 150)

Ibnu Katsir menafsirkan,
“Allah tabaraka wa ta’ala mengancam orang-orang kafir kepada Allåh dan Råsul-RåsulNya dari golongan YAHUDI dan NASHRÅNI, diaman mereka memisahkan antara Allåh dan Råsul-RåsulNya dalam keimanan. Mereka beriman kepada sebagian Nabi dan mengkufuri sebagian yang lain, karena semata-mata keinginan, adat-istiadat, dan tradisi nenek moyang mereka; bukan karena dalil yang menuntun mereka, karena mereka tidak memiliki jalan apapun ke arah itu, kecuali semata-mata hawa nafsu dan ‘ashåbiyyah (fanatisme golongan).”

Dalam ayat selanjutnya Allåh berfirman:
أُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا
(bahkan) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. (an-Nisa’: 151)

Berbeda dengan sifat-sifat Ahli Kitab yang Allah terangkan diatas, para shahabat adalah orang-orang yang mengimani Allåh dan Råsul-RåsulNya tanpa membeda-bedakan yang satu dengan yang lainnya.

Sebagaimana Allåh berfirman:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ ۚ كُلٌّ آمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ۚ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۖ غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali”. (al-Baqarah: 285)

Mereka pun beriman dengan mengikuti HUJJAH yang diturunkan kepada mereka; tidak seperti ahli kitab yang hanya didasarkan oleh tradisi nenek moyang yang tanpa hujjah sedikitpun.
Sebagaimana firman Allåh:

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku ; mengajak (kamu) kepada Allah atas dasar BASHIIRÅH; Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf: 108)

Dan inipun telah dijelaskan oleh Allåh dalam firmanNya:
فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ
“Sekiranya mereka beriman seperti halnya keimanan kalian tentulah mereka mendapatkan petunjuk; dan jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kalian).” (QS. Al-Baqarah: 137)

Maka tentunya kita (kaum muslimin), lebih berhak untuk mengamalkan ayat ini daripada mereka; yakni dengan mengikuti jalannya pera shahabat.
Bahkan Allåh mengancam kepada orang-orang yang MENYELISIHI JALAN PARA SHÅHABAT, dalam firmanNya:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An-Nisaa: 115)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:
“Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38)

Dalam ayat lain, Allåh menjanjikan pahala yang sangat besar bagi siapa saja yang mengikuti dengan baik jalannya para shahabat:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Tawbah: 100)

Semoga kita termasuk golongan yang mengikuti para shahabat DENGAN BAIK sehingga mendapatkan apa yang telah Allåh janjikan, aamiin..

Fawaid (pelajaran yang dipetik)

1. Wajibnya bermanhaj dengan manhaj para shahabat
2. Mengikuti manhaj para shahabat merupakan sebab dimasukkan kita ke dalam surga
3. Menyelisihi manhaj para shahabat merupakan sebab kesesatan dan dimasukkannya kita kedalam neraka
4. Menyelisihi manhaj para shahabat merupakan sebab perpecahan & permusuhan diantara kaum muslimin
5. Manhaj salaf tegak diatas hujjah dan bukti; seseorang yang MENGAKU berada diatasnya dituntut untuk berdiri diatas hujjah dan MENGAMALKAN hujjah tersebut sebagai PEMBUKTIAN bahwa ia benar-benar pengikut manhaj salaf yang hakiki.

Wallåhu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar