Berwudhu,
 suatu kegiatan yang sudah akrab dengan kaum muslimin. Seorang muslim 
yang ingin beramal ibadah dengan benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah
 tentunya juga ingin mengetahui kesalahan-kesalahan yang terjadi yang 
dilakukan orang dalam praktik berwudhu, agar dapat terhindar dari 
kesalahan-kesalahan tersebut. Oleh sebab itu, harap 
diterangkan 
kesalahan-kesalahan yang sering terjadi!
Jawaban
Ada beberapa kesalahan dalam praktek berwudhu di tengah masyarakat. Berikut ini kami akan menerangkan beberapa kesalahan tersebut.
Memisahkan Antara Kumur-Kumur dan Menghirup Air
Memisahkan
 antara kumur-kumur dengan menghirup air, dengan cara mengambil air 
tersendiri untuk dihirup selain dari air untuk berkumur-kumur, merupakan
 kesalahan yang hampir merata di tengah masyarakat. Perlu kami terangkan
 bahwa memisahkan antara kumur-kumur dengan menghirup air tidak 
dilandasi tuntunan yang benar dari Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa 
alihi wa sallam .
Orang yang melakukan hal tersebut sandarannya hanyalah dibangun di atas hadits yang lemah. Berikut ini penjelasannya.
Hadits Thalhah bin Musharrif dari ayahnya, dari kakeknya, beliau berkata,
دَخَلْتُ
 عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ 
يَتَوَضَّأُ وَالْمَاءُ يَسِيْلُ مِنْ وَجْهِهِ وَلِحْيَتِهِ عَلَى 
صَدْرِهِ فَرَأَيْتُهُ يَفْصِلُ بَيْنَ الْمَضْمَضَةِ وَالْإِسْتِنْشَاقِ
“Saya
 masuk menemui Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam dan beliau 
sedang berwudhu. Air mengucur dari wajah dan jenggot beliau di atas 
dadanya. Saya melihat beliau memisahkan antara kumur-kumur dengan 
menghirup air ke hidung.”
Hadits
 ini diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan -nya no. 139, Al-Baihaqy 
dalam Sunan -nya 1/51, dan Ath-Thabarany jilid 19 no. 409-410. Semuanya 
dari jalan Al-Laits bin Abi Sulaim dari Thalhah bin Musharrif, dari 
ayahnya, dari kakeknya. Lalu dalam salah satu riwayat Ath-Thabarany 
dengan lafazh,
إِنَّ
 رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ 
فَتَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا يَأْخُذُ لِكُلِّ وَاحِدَةٍ 
مَاءً جَدِيْدًا …
“Sesungguhnya
 Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu lalu 
berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali. Beliau mengambil 
air baru (baca: tersendiri) untuk setiap anggota ….”
Hadits
 ini adalah hadits yang lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Hatim 
dalam Al-‘Ilal 1/53 karya anaknya. Ada dua kelemahan dalam sanadnya:
Pertama
 , terdapat rawi yang bernama Al-Laits bin Abi Sulaimdan ia telah 
dilemahkan oleh Ibnu Mahdy, Yahya Al-Qaththan, Ibnu ‘Uyyainah, Ibnu 
Ma’in, Ahmad, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Ya’qub Al-Fasawy, An-Nasa`i dan 
lain-lainnya, bahkan Imam An-Nawawy, dalam Tahdzib Al-Asma` Wa Al-Lughat
 1/2/75, menukil kesepakatan para ulama atas lemah dan goncangnya hadits
 Al-Laits bin Abi Sulaim.
Kedua , ayah Thalhah bin Musharrif adalah rawi yang majhul ‘tidak dikenal’.
Baca Tahdzibut Tahdzib , Al-Badrul Munir 3/277-286, At-Talkhish Al-Habir 1/133-134, dan Nashbur Rayah 1/17.
Al-Hafizh
 Ibnu Hajar, dalam At-Talkhish , menyebutkan bahwa Ibnus Sakan menyebut 
dalam Shahih -nya satu hadits dari jalan Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah, 
bahwa beliau berkata,
شَهِدْتُ
 عَلِيَّ بْنَ أَبِيْ طَالِبٍ وَعُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ تَوَضَّأَ 
ثَلاَثًا ثَلاَثًا فَأَفْرَدَا الْمَضْمَضَةَ مِنَ الْإِسْتِنْشَاقِ ثُمَّ 
قَالاَ : هَكَذَا رَأَيْنَا رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى 
آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ
“Saya
 menyaksikan ‘Ali bin Abi Thalib dan ‘Utsman bin ‘Affan berwudhu tiga 
kali-tiga kali, lalu keduanya menyendirikan (baca: memisahkan) 
kumur-kumur dari menghirup air. Kemudian keduanya berkata, ‘Demikianlah 
kami melihat Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam 
berwudhu.’.”
Saya
 berkata , “Al-Hafizh Ibnu Hajar tidak menyebutkan sanad hadits ini, 
tapi bisa dipastikan bahwa hadits ini lemah karena ‘Utsman bin ‘Affan, 
dalam riwayat Bukhary-Muslim dan selainnya, telah memeragakan cara 
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu dan beliau 
tidak memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air. Demikian pula 
‘Ali bin Abi Thalib, dalam riwayat yang shahih dari beliau, memeragakan 
cara Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu, tetapi
 tidak memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air.
Kemudian
 saya menemukan sanad hadits Abu Wa`il Syaqiq bin Salamah yang 
disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar tersebut, yaitu diriwayatkan oleh 
Ibnul Ja’d sebagaimana dalam Al-Ja’diyyat no. 3406 dan dari jalannya 
diriwayatkan oleh Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah no. 347 dari jalan 
‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, dari ‘Abdah bin Abi Lubabah, dari 
Syaqiq bin Salamah, sama dengan lafazh yang disebut oleh Al-Hafizh Ibnu 
Hajar tapi ‘Ali bin Abi Thalib tidak disebutkan.
Adapun
 ‘Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban, yang ada di dalam sanad, adalah 
rawi yang dha’if maka hadits ini adalah mungkar karena menyelisihi 
riwayat para rawi yang tsiqah ‘terpercaya’ yang tidak menyebutkan lafazh
 ini.”
Maka sebagai kesimpulan, seluruh hadits, yang menjelaskan bahwa kumur-kumur dipisah dari menghirup air, adalah lemah.
Berkata
 Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab 1/398, “Adapun 
memisah (antara kumur-kumur dan menghirup air-pent.), tidak ada sama 
sekali hadits yang tsabit ‘kuat, sah’. Yang ada hanyalah hadits Thalhah 
bin Musharrif dan ia adalah (rawi yang) lemah.”
Berkata
 Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad 1/192-193, “Dan tidaklah datang 
(keterangan tentang) memisah antara kumur-kumur dan menghirup air dalam 
hadits yang shahih sama sekali.”
Setelah
 membaca uraian lemahnya hadits yang menjelaskan disyariatkannya 
memisahkan antara kumur-kumur dan menghirup air, mungkin akan muncul 
pertanyaan di dalam benak, “Kalau cara memisah antara kumur-kumur dan menghirup air itu salah, lalu bagaimana cara yang benarnya?”
Jawabannya dari dua sisi:
Secara
 global , kami menetapkan bahwa berkumur-kumur dan menghirup air adalah 
menggabungkannya dengan cara mengambil air lalu digunakan untuk 
berkumur-kumur sekaligus menghirup air.
Secara
 rinci , dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam
 diterangkan tiga kaifiyah ‘cara’ dalam berkumur-kumur dan menghirup 
air.
Pertama
 ,berkumur-kumur dan menghirup air secara bersamaan dari satu telapak 
tangan sebanyak tiga kali cidukan. Hal ini diterangkan dalam beberapa 
hadits, di antaranya hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim,
فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا
“Maka beliau berkumur-kumur dan menghirup air dari satu telapak tangan. Beliau mengerjakan itu sebanyak tiga kali.”
Kedua
 ,berkumur-kumur dan menghirup air secara bersamaansebanyak tiga kali 
dari satu kali cidukan air dengan satu telapak tangan. Cara ini, 
walaupun agak sulit diterapkan, tetapi memungkinkan dan bisa dilakukan, 
sebab kaifiyah ini telah diterangkan dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid 
riwayat Bukhary,
فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ مِنْ غُرْفَةٍ وَاحِدَةٍ
“Maka beliau berkumur-kumur dan (menghirup air lalu) mengeluarkannya sebanyak tiga kali dari satu cidukan.”
Ketiga
 ,berkumur-kumur tiga kali lalu menghirup air tiga kali dari satu kali 
cidukan dengan satu telapak tangan. Hal ini dijelaskan dalam hadits ‘Ali
 bin Abi Thalib,
ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى فِي الْإِنَاءِ فَمَضْمَضَ ثَلاَثًا وَاسْتَنْشَقَ ثَلاَثًا
“Kemudian beliau memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur tiga kali dan menghirup air tiga kali.”
 (diriwayatkan olehAbu Daud, An-Nasa`idan lain-lain, dan dishahihkan 
oleh Syaikh Muqbil dalam Jami’ Ash-Shahih dan Al-Hafizh, dalam 
At-Talkhish , menyebutkan jalan-jalan yang banyak dari hadits ini)
Walaupun hadits ini mengandung ihtimal ‘kemungkinan’, tetapi zhahirnya menunjukkan kaifiyah tersendiri. Wallahu a’lam.
Baca Ikhtiyarat Ibnu Qudamah 1/158, Al-Mughny 1/170-171, dan Al-Majmu’ 1/397-398.
Lalai Dalam Menyempurnakan Wudhu
Lalai
 dalam menyempurnakan wudhu, sehingga menyebabkan ada bagian dari 
anggota wudhu (anggota badan dalam berwudhu) yang terluput dari basuhan 
air, adalah kesalahan besar, apalagi kalau yang terluput dari basuhan 
air itu adalah anggota yang merupakan rukun wudhu, maka wudhu dianggap 
batal. Dimaklumi bersama, bahwa anggota yang merupakan rukun wudhu 
adalah yang tertera dalam ayat 5 surah Al-Maidah,
“Wahai
 orang-orang yang beriman, jika kalian berdiri hendak mengerjakan 
shalat, maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian sampai 
ke siku, lalu usaplah kepala-kepala kalian dan cucilah kaki-kaki kalian 
sampai ke mata kaki.”
Berikut ini beberapa dalil yang menunjukkan kewajiban dan keutamaan menyempurnakan wudhu.
Pertama ,hadits Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam mengajar seseorang yang jelek shalatnya,
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Jika kamu hendak shalat, maka sempurnakanlah wudhu.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim)
Kedua ,hadits Laqith bin Saburah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda kepadanya,
أَسْبِغِ الْوُضُوْءَ
“Sempurnakanlah wudhu.”
(Diriwayatkan
 oleh Asy-Syafi’iy dalam Al-Umm 1/52, Ahmad 4/32-33, ‘Abdurrazzaq no. 
79, Abu ‘Ubaid dalam Ath-Thahur no. 284, Ath-Thayalisy no. 171, 
Al-Bukhary dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 166, Abu Daud no. 141, Tirmidzy 
no. 788, Ibnu Majah no. 407, An-Nasa`i 1/66,79, Ibnul Mundzir dalam 
Al-Ausath 1/406-407, Ibnu Khuzaimah no. 150 168, Ibnu Hibban no. 1053, 
1087, Al-Hakim 1/247-248 dan 4/123, Al-Baihaqy 1/50, 51, 76 dan 7/303, 
Ath-Thabarany 19/no. 281, dan Ibnu ‘Abdil Barr 18/223. Dishahihkan oleh 
Syaikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih )
Ketiga
 , hadits Abu Hurairah dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash riwayat 
Bukhary-Muslim dan hadits ‘Aisyah riwayat Muslim, bahwa Rasulullah 
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit dari api neraka.”
Sebab
 wurud (pengucapan) hadits adalah karena sebagian dari para shahabat 
yang berwudhu dan hanya mengusap di atas kakinya, maka Rasulullah 
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menegur mereka dengan hadits di 
atas.
Keempat , hadits ‘Utsman bin ‘Affan, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam bersabda,
مَا
 مِنْ مُسْلِمٍ يَتَطَهَّرُ فَيُتِمُّ الطُّهُوْرَ الَّذِيْ كَتَبَ اللهُ 
عَلَيْهِ فَيُصَلِّيْ هَذِهِ الصَّلَوَاتَ الْخَمْسَ إِلاَّ كَانَتْ 
كَفَّارَاتٍ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Tidaklah
 seorang muslim berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhu yang Allah 
tetapkan atasnya kemudian dia mengerjakan shalat lima waktu, kecuali ia 
menjadi kaffarah (penggugur dosa) di antara kelimanya.” (diriwayatkan oleh Muslim)
Kelima , hadits ‘Utsman bin ‘Affan riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menyatakan,
مَنْ
 تَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ مَشَى إِلَى 
الصَّلاَةِ الْمَكْتُوْبَةِ فَصَلاَّهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ 
الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذَُنُوْبَهُ
“Barangsiapa
 yang berwudhu untuk shalat, lalu ia menyempurnakan wudhunya kemudian 
melangkah untuk mengerjakan shalat wajib sehingga ia shalat wajib 
bersama orang-orang atau bersama jamaah atau di mesjid, maka Allah 
mengampuni untuk dosa-dosanya.”
Mencuci Anggota Wudhu Lebih Dari Tiga Kali
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , dalam mencuci anggota wudhu, mencontohkan beberapa kaifiyah.
Kadang
 beliau mencuci anggota wudhunya tiga-tiga kali,sebagaimana yang 
diterangkan dalam hadits yang sangat banyak, seperti hadits ‘Utsman bin 
‘Affan riwayat Bukhary-Muslim dan hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat 
Bukhary-Muslim.
Kadang pula beliau mencuci anggota wudhunya dua-dua kali,sebagaimana dalam hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu 2 kali 2 kali.”
Kadang
 beliau juga mencuci anggota wudhunya satu-satu kali,dan ini merupakan 
batasan wajibnya. Hal ini diterangkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam riwayat 
Bukhary,
تَوَضَّأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً مَرَّةً
“Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam berwudhu satu kali satu kali.”
Selain
 itu, kadang beliau berselang-seling dalam mencucinya dengan cara 
mencuci sebagiannya tiga kali, sebagian lain dua dan satu kali, 
sebagaimana praktik wudhu Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa 
sallam yang diperagakan oleh ‘Abdullah bin Zaid,
فَأَكْفَأَ
 عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ 
فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ 
فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا 
فَغَسَلَ وَجَهَهُ ثَلاَثُا ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا 
فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ أَدْخَلَ 
يَدَهُ فَاسْتَخْرَجَهُمَا فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ 
وَأَدْبَرَ ثُمَّ غَسَلَ رَجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ.
“Maka
 beliau menuangkan air di atas telapak tangannya kemudian mencucinya 
tiga kali kemudian beliau memasukkan tangannya (ke dalam bejana) lalu 
mengeluarkannya kemudian beliau berkumur-kumur dan menghirup air dari 
satu telapak tangan, beliau lakukan itu tiga kali. Kemudian beliau 
memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mencuci wajahnya tiga
 kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya lalu mengeluarkan kemudian 
mencuci kedua tangannya sampai ke siku dua kali dua kali. Kemudian 
beliau memasukkan tangannya lalu mengeluarkannya kemudian mengusap 
kepalanya; menggerakkan kedua tangannya ke belakang dan 
mengedepankannya. Kemudian beliau mencuci kedua kakinya sampai ke mata 
kaki.” (diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim, dan lafazh ini milik Muslim)
Ini
 tuntunan Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam dalam 
mencuci anggota wudhunya, tidak dinukil beliau mencuci anggota wudhunya 
lebih dari tiga kali, bahkan yang ada adalah larangan melebihi tiga kali
 sebagaimana yang diterangkan dalam hadits dari jalan ‘Amr bin Syu’aib 
dari ayahnya dari kakeknya,
جَاءَ
 أَعْرَابِيٌّ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ 
وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنِ الْوُضُوْءِ فَأَرَاهُ ثَلاَثًا ثَلاَثُا 
فَقَالَ : هَذَا الْوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ 
وَتَعَدَّى وَظَلَمَ
“Datang
 seorang A’raby kepada Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa 
sallam bertanya kepadanya tentang wudhu. Maka beliau memperlihatkan 
wudhu tiga-tiga kali lalu beliau berkata, ‘Inilah wudhu, siapa yang 
menambah di atas ini maka ia telah berbuat jelek, melampaui batas dan 
berbuat zhalim.’.” (Diriwayatkan
 oleh Abu Daud no. 135, Ibnu Majah no. 422, An-Nasa`i no. 140, Ahmad 
2/180, Ibnul Jarud dalam Al-Muntaqa no. 75, Ibnu Khuzaimah no. 174, 
Ath-Thahawy dalam Syarh Musykil Al-Atsar 1/36 , Ibnul Mundzir dalam 
Al-Ausath 1/361 no. 329, dan Al-Baihaqy 1/79 dengan sanad yang hasan)
Para
 ulama menyebutkan bahwa dikatakan ia berbuat jelek karena meninggalkan 
yang lebih utama dan dikatakan melampaui batas karena melampaui batasan 
sunnahnya dan dikatakan berbuat zhalim karena menempatkan sesuatu bukan 
pada tempatnya.
Tapi,
 perlu diingat, bahwa larangan mencuci anggota wudhu lebih dari tiga 
kali ini berlaku kalau anggota wudhunya dengan tiga kali telah terbasuh 
sempurna dengan air, adapun seperti orang yang berada di terik matahari 
atau semisalnya kemudian tatkala dia membasuh anggota wudhunya tiga kali
 dan ternyata setelah itu masih ada bagian yang belum tersentuh oleh air
 maka di sini ia boleh menambah dan membasuh bagian yang belum tersentuh
 air tersebut berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan di atas 
tentang kewajiban menyempurnakan wudhu.
Selain
 itu, para ulama berbeda pendapat tentang larangan melebihkan cucian 
dari tiga kali, apakah larangan itu bersifat makruh atau haram.
Imam Syafi’i dan mayoritas ulama syafi’iyah menganggap hal tersebut makruh karahah tanzih ‘makruh yang tidak sampai haram’.
Ibnul Mubarak berkata, “Saya tidak menjamin seseorang yang melebihkan wudhunya lebih dari tiga kali bahwa ia tidak berdosa.”
Berkata Ahmad dan Ishaq, “Tidak ada yang menambah lebih dari tiga kali kecuali orang yang tertimpa musibah/malapetaka.”
Imam Al-Bukhary berkata, “Dan
 Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam menerangkan bahwa 
kewajiban wudhu adalah satu-satu kali dan beliau juga berwudhu dua-dua 
kali dan tiga-tiga kali dan beliau tidak menambah di atas tiga kali, dan
 para ulama menganggap makruh berlebihan di dalamnya dan melewati 
perbuatan Nabi shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam .”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Itu
 juga adalah bid’ah dan kesesatan menurut kesepakatan kaum muslimin. 
Bukanlah sunnah dan bukan ketaatan dan qurbah ‘pendekatan diri’ dan 
siapa yang mengerjakannya di atas dasar itu sebagai ibadah dan ketaatan 
maka hendaknya dilarang dari hal tersebut. Kalau tidak mau, maka diberi 
ta’zir ‘hukuman pelajaran’ untuknya karena itu.”
Baca
 Al-Mughny 1/193-194, Shahih Al-Bukhary bersama Fathul Bary 1/232-234, 
Al-Majmu’ 1/466-468, Al-Fatawa 21/168, Nailul Authar 1/218, dan 
lain-lain.
Mengusap Kepala Tiga Kali
Mengusap
 kepala tiga kali juga termasuk kesalahan-kesalahan dalam wudhu karena 
hal tersebut tidak dibangun di atas landasan yang kuat.
Untuk mengetahui tidak kuatnya landasan pendapat ini simak uraian pendapat para ulama dalam masalah ini.
Pendapat
 pertama , disunnahkan mengusap kepala tiga kali. Ini adalah pendapat 
Imam Syafi’iy dan pengikutnya, pendapat Imam Ahmad dalam satu riwayat, 
dan Daud Azh-Zhahiry. Dalilnya sebagai berikut:
1.
 Hadits-hadits yang disebutkan di atas bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi 
wa alihi wa sallam berwudhu tiga kali-tiga kali. Masuk di dalamnya tiga 
kali-tiga kali.
2. Mereka juga berdalilkan dengan hadits ‘Utsman bin ‘Affan dalam sebagian riwayat dengan lafazh,
وَمَسَحَ رَأْسَهُ ثَلاَثًا
“Dan beliau mengusap kepalanya tiga kali.”
Pendapat
 kedua , tidak disyariatkan mengusap kepala kecuali satu kali. Ini 
merupakan pendapat jumhur ulama seperti Abu Hanifah, Malik, Ahmad yang 
diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Salim bin ‘Abdillah, An-Nakha’iy, Mujahid,
 Thalhah bin Musharrif dan Al-Hakam bin ‘Utaibah.
Dalil akan kuatnya pendapat ini sangat banyak, di antaranya:
* Hadits ‘Abdullah bin Zaid riwayat Bukhary-Muslim,
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً
“Kemudian beliau mengusap kepalanya mengedepankan dan mengebelakangkannya satu kali.”
*
 Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu ketika beliau 
mencontohkan wudhu Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam ,
فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ مَرَّةً وَاحِدَةً
“ Kemudian beliau mengusap kepalanya satu kali .”
Riwayat
 Abu Daud no. 111, Tirmidzy no. 48, An-Nasa`i no. 92, Ahmad 1/154, 
Al-Baihaqy 1/68, Al-Maqdasy no. 642, dan lain-lain. Dishahihkan oleh 
Syaikhuna Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shahih .
*
 Hadits-hadits yang sangat banyak yang menjelaskan sifat wudhu 
Rasulullah shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam , yang hadits-hadits 
tersebut menyebutkan seluruh anggota wudhu dicuci tiga kali kecuali 
kepala tidak disebutkan berapa kali diusap. Ini menunjukkan bahwa jumlah
 usapan kepala tidaklah sama dengan anggota yang lainnya.
Adapun dalil-dalil pendapat pertama di jawab sebagai berikut,
1.
 Konteks hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi 
wa alihi wa sallam mencuci anggota wudhunya tiga kali-tiga kali adalah 
riwayat yang global/mutlak dan riwayat global ini telah diterangkan 
secara rinci dalam hadits-hadits yang telah disebutkan bahwa Nabi 
shallallahu ‘ alaihi wa alihi wa sallam mengusap kepala satu kali.
2.
 Seluruh hadits-hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘ alaihi 
wa alihi wa sallam mengusap kepala lebih dari satu kali adalah 
hadits-hadits yang lemah.
Sumber: http://an-nashihah.com




Tidak ada komentar:
Posting Komentar