Kisah palsu detik-detik wafatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sangat menjamur kita
 dapati dalam buku-buku cerita islami, blog-blog islami bahkan di 
youtube dan tak jarang dai-dai membawakannya dalam khutbatnya.
 Pada kisah palsu ini tampak sekali bahwa KEHADIRAN UMMUL M'MININ Aisyah Radhiyallaahu anha DIHILANGKAN ....
Berikut ini adalah kisah palsu tersebut :
 " .... Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih 
tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan 
keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas
 tidurnya.
 Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru 
mengucapkan salam.“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak 
mengizinkannya masuk,“Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah 
yang membalikkan badan dan menutup pintu.
 Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”
 “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” 
tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan 
pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah 
anaknya itu hendak dikenang.
 “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan 
kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah 
malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan 
tangisnya.
 Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah 
menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian 
dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia 
menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
 “Jibril, 
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan 
suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat 
telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” 
kata Jibril.
 Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
 “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
 “Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah 
berfirman kepadaku: ‘Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat 
Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
 Detik-detik semakin
 dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.
 Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehernya 
menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.
 Perlahan 
Rasulullah mengaduh (?). Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya 
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau 
melihatku,hingg
 a kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
 “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril.
 Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik (?), kerana sakit yang 
tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini,timpakan saja 
semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “Badan Rasulullah 
mulai dingin , kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
 Bibirnya 
bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan 
telinganya “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku”, peliharalah
 shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu 
tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
 
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan 
telinganya kebibir Rasulullah yang mulai kebiruan.”Ummatii, ummatii, 
ummatiii” (“Umatku, umatku, umatku”) ..., Dan berakhirlah hidup manusia 
mulia yang memberi sinaran itu.
 Kini, mampukah kita mencintai 
sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. 
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
 NOTE : Kisah ini tidak ada 
asal usulnya sama sekali, di curigai ini adalah karangan syiah demi 
membangun syubhat-syubhat akidah dustanya. 
______________________________
 __________________________
 ADAPUN KISAH WAFATNYA RASULULLAH SHALALLAHU ALAIHI WASALLAM YANG SAHIH ADALAH :
 Bismillaah ..
 Sekitar tiga bulan sepulang menunaikan haji wada’, beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menderita sakit yang cukup serius.[1]
 Beliau pertama kali mengeluhkan sakitnya di rumah Ummul-Mukminin 
Maimunah radliyallaahu ’anhaa[2]. Beliau sakit selama 10 hari,[3] dan 
akhirnya wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal[4] pada usia 63 
tahun.[5]
 Dan telah shahih (satu riwayat yang menyatakan) bahwa 
sakit beliau tersebut telah dirasakan semenjak tahun ketujuh pasca 
penaklukan Khaibar, yaitu setelah beliau mencicipi sepotong daging 
panggang yang telah dibubuhi racun yang disuguhkan oleh istri Sallaam 
bin Masykam Al-Yahudiyyah. Walaupun beliau sudah memuntahkannya dan 
tidak sampai menelannya, namun pengaruh racun tersebut masih tersisa.[6]
 Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam meminta ijin kepada istri-istrinya
 agar diperbolehkan untuk dirawat di rumah ’Aisyah Ummul-Mukminiin.[7] 
Ia (’Aisyah) mengusap-usapkankan tangan beliau pada badan beliau sambil 
membacakan surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).[8].
 Ketika beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dalam keadaan kritis, beliau berkata kepada para shahabat :
 ﻫﻠﻤﻮﺍ ﺃﻛﺘﺐ ﻟﻜﻢ ﻛﺘﺎﺑًَﺎ ﻻ ﺗﻀﻠﻮﺍ ﺑﻌﺪﻩ
 ”Kemarilah, aku ingin menulis untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan tersesat setelahnya”.
 Terjadi perselisihan di antara mereka. Sebagian berkeinginan memberikan
 alat-alat tulis (sebagaimana permintaan beliau), sebagian yang lain 
tidak setuju karena khawatir hal itu justru akan memberatkan beliau. 
Belakangan menjadi jelas bahwa perintah untuk menghadirkan alat tulis 
itu bukan merupakan hal yang wajib, namun merupakan sebuah pilihan.
 
Ketika mendengar ’Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ’anhu mengatakan :
 ( ﺣﺴﺒﻨﺎ ﻛﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ) ”Kami telah cukup dengan Kitabullah”; maka beliau 
tidak mengulangi permintaannya tersebut. Seandainya hal itu merupakan 
satu kewajiban, tentu beliau akan menyampaikannya dalam bentuk pesan.
 Sebagaimana pada saat itu beliau berpesan secara langsung kepada mereka
 agar mengeluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah ’Arab dan agar 
memuliakan rombongan delegasi yang datang ke Madinah.[9]
 Beliau 
shallallaahu ’alaihi wasallam memanggil Fathimah radliyallaahu ’anhaa 
yang kemudian membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah menangis. 
Beliau memanggil kembali dan membisikinya yang dengan itu kemudian 
Fathimah tersenyum.
 Setelah wafat, Fathimah menjelaskan bahwa ia 
menangis karena dibisiki bahwa beliau akan wafat, dan ia tersenyum 
karena dibisiki bahwa ia merupakan anggota keluarganya yang pertama yang
 akan menyusul beliau.[10]
 Dan salah satu tanda nubuwwah tersebut akhirnya terbukti.
 Sakit yang beliau derita semakin bertambah berat sehingga beliau tidak 
sanggup keluar untuk shalat bersama para shahabat. Beliau shallallaahu 
’alaihi wasallam bersabda :
 ﻣﺮﻭﺍ ﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﻓﻠﻴﺼﻞ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ
 ”Suruhlah Abu Bakr agar shalat mengimami manusia”.
 ’Aisyah berusaha agar beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menunjuk 
orang lain saja karena khawatir orang-orang akan berprasangka yang 
bukan-bukan kepada ayahnya (Abu Bakr). ’Aisyah berkata :
 ﺇﻥ ﺃﺑﺎ ﺑﻜﺮ ﺭﺟﻞ ﺭﻗﻴﻖ ﺿﻌﻴﻒ ﺍﻟﺼﻮﺕ ﻛﺜﻴﺮ ﺍﻟﺒﻜﺎﺀ ﺇﺫﺍ ﻗﺮﺃ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ
 ”Sesungguhnya Abu Bakr itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya pelan, mudah menangis ketika membaca Al-Qur’an”.[11]
 Namun beliau tetap bersikeras dengan perintahnya tersebut. Akhirnya Abu
 Bakr maju menjadi imam shalat bagi para shahabat.[12] Pada satu hari, 
Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam keluar dengan dipapah oleh Ibnu 
’Abbas dan ’Ali radliyallaahu ’anhuma untuk shalat bersama para 
shahabat, dan kemudian beliau berkhutbah. Beliau memuji-muji serta 
menjelaskan keutamaan Abu Bakr radliyallaahu ’anhu dalam khutbahnya 
tersebut dimana ia (Abu Bakr) disuruh memilih oleh Allah antara dunia 
dan kahirat, namun ia memilih akhirat.[13]
 Khutbah terakhir yang beliau sampaikan tersebut adalah 5 hari sebelum wafat beliau. Beliau berkata di dalamnya :
 ﺇﻥ ﻋﺒﺪًﺍ ﻋﺮﺿﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺪﻧﻴﺎ ﻭﺯﻳﻨﺘﻬﺎ ﻓﺎﺧﺘﺎﺭ ﺍﻵﺧﺮﺓ
 ”Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun justru ia memilih akhirat”.
 Abu Bakr paham bahwa yang dimaksud adalah dirinya. Ia pun menangis. 
Melihat hal tersebut, orang-orang merasa heran karena mereka tidak paham
 apa yang dirasakan oleh Abu Bakr.[14]
 Rasulullah shallallaahu 
’alaihi wasallam membuka tabir kamar ’Aisyah pada waktu shalat Shubuh, 
hari dimana beliau wafat, dan kemudian beliau memandang kepada para 
shahabat yang sedang berada pada shaf-shaf shalat. Kemudian beliau 
tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang berpamitan kepada mereka.
 Para shahabat merasa sangat gembira dengan keluar beliau tersebut. Abu 
Bakr pun mundur karena mengira bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi 
wasallam ingin shalat bersama mereka. Namun beliau memberikan isyarat 
kepada mereka dengan tangannya agar menyelesaikan shalat mereka.
 Beliau kemudian kembali masuk kamar sambil menutup tabir.
 Fathimah masuk menemui beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dan berkata
 : ”Alangkah berat penderitaan ayah”. Maka beliau menjawab :
 ﻟﻴﺲ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻴﻚ ﻛﺮﺏ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﻴﻮﻡ
 ”Setelah hari ini, tidak akan ada lagi penderitaan”.[15]
 Usamah bin Zaid masuk, dan beliau memanggilnya dengan isyarat. Beliau 
sudah tidak sanggup lagi berbicara dikarenakan sakitnya yang semakin 
berat.[16]
 Pada saat-saat menjelang ajal, beliau bersandar di dada 
’Aisyah. ’Aisyah mengambil siwak pemberian dari saudaranya yang bernama 
’Abdurrahman. Ia lalu menggigit siwak tersebut dengan giginya dan 
kemudian memberikannya kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. 
Beliaupun lantas bersiwak dengannya.[17]
 Rasulullah shallallaahu 
’alaihi wasallam kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana yang 
berisi air dan membasuh mukanya. Beliau pun bersabda :
 ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﻟﻠﻤﻮﺕ ﺳﻜﺮﺍﺕ
 ”Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya pada setiap kematian itu ada saat-saat sekarat”.[18]
 Dan ’Aisyah samar-samar masih sempat mendengar sabda beliau :
 ﻣﻊ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﺃﻧﻌﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻬﻢ
 ”Bersama orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah”.[19]
 Lalu beliau pun berdoa :
 ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻓﻴﻖ ﺍﻷﻋﻠﻰ
 ”Ya Allah, pertemukan aku dengan Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah)”.
 ’Aisyah mengetahui bahwasannya beliau pada saat itu disuruh memilih, dan beliau pun memilih Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah).[20]
 __________________________________________________
 Foot Note
 [1] [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 5/101].
 [2] [Fathul-Baariy, 8/129].
 [3] [Fathul-Baariy, 8/129].
 [4] [Fathul-Baariy, 8/130].
 [5] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/150).
 [6] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
 [7] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/141)
 [8] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
 [9] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/132).
 [10] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 1/208).
 [11] Siirah Ibni Hisyaam, 4/330 dengan sanad shahih
 [12] Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah oleh Ibnu Katsir, 5/232-233.
 [13] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy 8/141).
 [14] Musnad Ahmad (Fathur-Rabbaaniy, 21/222)
 [15] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/149).
 [16] Sirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
 [17] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/139).
 [18] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/144).
 [19] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136).
 [20] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136); dan Siirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
 # Sumber Abul-Jauzaa.blogspot.com
 Yusuf Abdi Alfarab
Makkah Maghrib - 29th October 2025
                      -
                    
 *Makkah Maghrib *
(Surahs Ale ‘Imraan: Ayaah 69-74 & Hadeed: 26-29) *Sheikh Juhany*
Download 128kbps Audio
9
5 hari yang lalu




Tidak ada komentar:
Posting Komentar