Ketika iman bersemi dalam hati sesuai tuntunan syariat, niscaya hati ini rindu terbang ke jannah dan takut siksa neraka

Selasa, 11 Juni 2013

Dasar Hukum Diharamkannya Nyanyian (Nasyid)

Sedikit kutipan beberapa hadits diharamkannya musik :

1. Dari Abi ‘Amir --Abu Malik-- Al Asy’ari, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :

“Sungguh akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menganggap
halalnya zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik … .” (HR. Bukhari

10/51/5590-Fath)


2. Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beliau bersabda :


“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yang
mereka namakan dengan nama-nama lain, kepala mereka bergoyang-goyang
karena alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita, maka Allah
benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera
dan babi.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305, Al Baihaqi, Ibnu Abi
Syaibah dan lain-lain. Lihat Tahrim ‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani
halaman 45-46)


3. Dari Anas bin Malik berkata :


Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :


Dua suara terlaknat di dunia dan di akhirat : “Seruling-seruling
(musik-musik atau nyanyian) ketika mendapat kesenangan dan rintihan
(ratapan) ketika mendapat musibah.” (Dikeluarkan oleh Al Bazzar dalam
Musnad-nya, juga Abu Bakar Asy Syafi’i, Dliya’ Al Maqdisy, lihat Tahrim
‘alath Tharb oleh Syaikh Al Albani halaman 51-52)


4. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :


“Sesungguhnya saya tidak melarang (kamu) menangis, tapi saya melarangmu
dari dua suara (yang menunjukkan) kedunguan dan kejahatan, yaitu suara
ketika gembira, yaitu bernyanyi-nyanyi, bermain-main, dan
seruling-seruling syaithan dan suara ketika mendapat musibah,
memukul-mukul wajah, merobek-robek baju, dan ratapan-ratapan syaithan.”
(Dikeluarkan oleh Al Hakim, Al Baihaqi, Ibnu Abiddunya, Al Ajurri, dan
lain-lain, lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 52-53)


5. Dari Ibnu Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :


“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagiku --atau mengharamkan--
khamr, judi, al kubah (gendang), dan seluruh yang memabukkan haram.”
(HR. Abu Dawud, Al Baihaqi, Ahmad, Abu Ya’la, Abu Hasan Ath Thusy, Ath
Thabrani dalam Tahrim ‘alath Tharb halaman 55-56)


6. Dari ‘Imran Hushain ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :


“Akan terjadi pada umatku, lemparan batu, perubahan bentuk, dan
tenggelam ke dalam bumi.” Dikatakan : “Ya Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam, kapan itu terjadi?” Beliau menjawab : “Jika telah
tampak alat-alat musik, banyaknya penyanyi wanita, dan diminumnya
khamr-khamr.” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi, Ibnu Abiddunya, dan
lain-lain, lihat Tahrim ‘alath Tharb halaman 63-64)
sumber : syariah online
Bagaimana Islam berbicara tentang nyanyian dan musik? mana yang
islami dan mana yang tidak islami? karena menurut  madzhab Hanafi
masalah nyanyian dan musik sudah masuk dalam ruang lingkup maa ta’ummu bihi balwa
(sesuatu yang terkait dengan orang banyak). Sehingga pembahasan tentang
dua masalah ini harus tuntas. Dan dalam memutuskan hukum pada dua
masalah tersebut, apakah halal atau haram, harus benar-benar
berlandaskan dalil yang shahih (benar) dan sharih (jelas). Dan harus
tajarud, yakni hanya tunduk dan mengikuti sumber landasan Islam saja
yaitu Al- Qur’an, Sunnah yang shahih dan Ijma. Tidak terpengaruh oleh
watak atau kecenderungan perorangan dan adat-istiadat atau budaya suatu
masyarakat.

Sebelum membahas pendapat para ulama tentang dua
masalah tersebut dan pembahasan dalilnya. Kita perlu mendudukkan dua
masalah tersebut. Nyanyian dan musik dalam Fiqh Islam termasuk pada
kategori muamalah atau urusan dunia dan bukan ibadah. Sehingga terikat
dengan kaidah:



Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah).
Hal ini sesuai firman Allah SWT. :
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (QS Al-Baqarah 29).
Sehingga
untuk memutuskan hukum haram pada masalah muamalah termasuk nyanyian
dan musik harus didukung oleh landasan dalil yang shahih dan sharih.
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
telah menetapkan kewajiban, janganlah engkau lalaikan, menetapkan
hudud, jangan engkau langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau
lakukan. Dan diam atas sesuatu, sebagai rahmat untukmu dan tidak karena
lupa, maka jangan engkau cari-cari (hukumnya) ?
(HR Ad-Daruqutni).
Halal
adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan haram adalah
sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah
diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima’afkan
(HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim )
Pada
hukum nyanyian dan musik ada yang disepakati dan ada yang
diperselisihkan. Ulama sepakat mengharamkan nyanyian yang berisi
syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara
umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam. Ulama juga sepakat
membolehkan nyanyian yang baik, menggugah semangat kerja dan tidak
kotor, jorok dan mengundang syahwat, tidak dinyanyikan oleh wanita
asing dan tanpa alat musik. Adapun selain itu para ulama berbeda
pendapat, sbb:

Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram dalam kondisi berikut:
1. Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi dll.
2. Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
3. Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dll.
Madzhab
Maliki, asy-Syafi’i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar
nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka
semakin makruh. Menurut Maliki bahwa mendengar nyanyian merusak
muru’ah. Adapun menurut asy-Syafi’i karena mengandung lahwu. Dan Ahmad
mengomentari dengan ungkapannya: “Saya tidak menyukai nyanyian karena
melahirkan kemunafikan dalam hati”.

Adapun ulama yang
menghalalkan nyanyian, diantaranya: Abdullah bin Ja’far, Abdullah bin
Zubair, Al-Mughirah bin Syu’bah, Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain,
Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi Ribah, Abu Bakar Al-Khallal, Abu
Bakar Abdul Aziz, Al-Gazali dll. Sehingga secara umum dapat disimpulkan
bahwa pada dasarnya para ulama menghalalkan bagi umat Islam
mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam
yang diharamkan sebagaimana disebutkan diatas.

Hukum Alat Musik

Sedangkan hukum yang terkait dengan menggunakan alat musik dan mendengarkannya, para ulama juga berbeda pendapat. Jumhur ulama mengharamkan alat musik. Sesuai dengan beberapa hadits diantaranya, sbb:
1- Sabda Rasulullah SAW: ”Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan". (HR Bukhari)
2 ”Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata:”Wahai Nafi’ apakah engkau dengar?”. Saya menjawab:”Ya”. Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata :”Tidak”. Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3 - Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini:” Gerhana, gempa dan fitnah. Berkata seseorang dari kaum muslimin:”Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?” Rasul menjawab:” Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan” (HR At-Tirmidzi).

Para ulama membicarakan dan memperselisihkan hadits-hadits tentang haramnya nyanyian dan musik. Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al Asy'ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak diantara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), diantaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm.

Disamping itu diantara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.

Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Kalaupun hadits ini shohih, maka Rasulullah saw. tidak jelas mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar. Sedangkan hadits ketiga adalah hadits ghorib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shohih.

Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah sbb: Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama Dzahiri dan jama’ah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola”. Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi’i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja’far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra. Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya’bi.

Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata disampingnya ada gitar , Ibnu Umar berkata:” Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:” Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam?”. Berkata Ibnu Zubair:” Dengan ini akal seseorang bisa seimbang”. Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.

Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta’akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap waro’(hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul dimasanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi’in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar